Jakarta, Aktual.com – Kepolisian Republik Indonesia diminta menggandeng seluruh stakeholder untuk mengungkap kasus human trafficking (perdagangan orang), utamanya di wilayah yang dianggap rawan perdagangan orang seperti Nusa Tenggara Timur (NTT).
“NTT nomor 1 (kasus TPPO), makanya saya sangat paham soal TPPO,” ucap anggota komisi III DPR Herman Heri, Senin (15/8).
Pemberantasan kejahatan perdagangan manusia ini harus melibatkan banyak pihak, mulai dari BNP2TKI, imigrasi, bahkan hingga tingkatan pemda.
“Kalau bertumpu hanya pada Polri, maka sama dengan mendulang angin,” jelas Herman.
Komisi III, sambungnya, selaku mitra kerja polisi melakukan fungsi pengawasan dengan mengutamakan penanganan TPPO, khususnya di NTT.
“Polri belum maksimal, namun saya apresiasi kepada Kapolri dikeluarkan instruksi Kapolri terkait TPPO, yang mana hal tersebut menjadi program prioritas Kapolri,” tutup politikus PDIP ini.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri untuk menyelesaikan kasus perdagangan manusia di NTT, menyusul kasus kematian Yuliana Kana, Dolvina Abuk dan Yufrinda Selan.
Salah satu keluarga korban ayah Yufrinda Selan, Metu Salak Selan, menitipkan pernyataan sikap dan tuntutan untuk disampaikan kepada Presiden Jokowi yang berisi beberapa tuntutan keluarga Metu Salak Selan. Pertama, meminta bantuan Presiden Jokowi untuk segera mengusut kasus perdagangan organ dan orang di NTT.
Kemudian, memohon kepada Presiden Jokowi untuk meminta penjelasan dari otoritas rumah sakit dan Pemerintah Malaysia terkait kematian Yufrinda Selan. Ketiga, meminta presiden mengungkap siapa perekrut dan agen yang mengirimkan Yufrinda bekerja di Malaysia.
Pihaknya juga meminta Presiden Jokowi mendesak pihak perusahaan di Malaysia untuk membayar gaji Yufrinda Selan selama 10 bulan hingga meninggal.
(ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara