Surabaya, Aktual.com – Letusan gunung Rokatenda, Flores, Nusa Tenggara Timur masih menyisakan tragis. Sebagian korban masih belum mendapatkan dana pembuatan rumah sebagai kompensasi dari pemerintah.

Ironinya, justru warga lain yang bekerja di Malaysia yang mendapat bantuan rumah. Termasuk warga dari daerah lain yang tidak terdampak juga mendapatkan dana kompensasi tersebut.

Tak ayal, sebagian korban yang berada di Surabaya, Jawa Timur, akan melayangkan somasi. Bahkan akan melapor ke Presiden Joko Widodo, jika keluhannya tidak digubris polisi setempat.

“Ini ada penyelewengan dokumen sepertinya. Padahal, kejadiannya sudah dua tahun lalu. Tapi masih belum ada bantuan,” kata tokoh Masyarakat desa Palue, kecamatan Sikka, NTT, Damianus, saat di Surabaya, Jumat (24/7).

Sedikitnya, saat ini masih ada 27 kepala keluarga yang ditampung dirumah Damianus, di Palue, NTT.

Damianus membeberkan,  dari sekian banyak korban, memang tidak semua mendapat jatah. Sebab, sebagian sudah mengungsi di keluarga yang jauh dari daerah terdampak.

Namun, masih ada banyak yang tidak mendapatkan jatah, bahkan 27 kepala keluarga mengungsi di rumah Damianus. Damianus sendiri tidak mempersoalkan biaya untuk mengurus para korban. Tetapi, ia menyesalkan terhadap kepala desa setempat yang bernama Markus Mego, yang terkesan tebang pilih untuk memberikan jatah kompensasi dari pemerintah.

“Yang seharusnya tidak mendapat, malah dari daerah lain yang diberikan. Kepala desa menelpon warga luar yang bekerja di Malaysia, untuk segera mengambil jatah kompensasi. Ada lima warga yang bekerja di Malaysia yang datang. Setelah dapat langsung kembali lagi ke Malaysia. Penduduk asli malah tidak dapat. Kami juga punya bukti untuk lima orang yang dapat itu,” terang Damianus berapi-api.

Damianus menduga ada penyimpangan dana bantuan bencana dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kepala desa setempat. Kendatipun sudah dilaporkan ke polisi setempat beserta bukti dan dokumen,  namun sampai sekarang tidak ada respon.

Ironinya, pasca kejadian erupsi, pemerintah pusat juga tidak pernah berkunjung ke lokasi. Semuanya diserahkan ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah menyerahkan semua pada kepala desa yang diduga juga telah memalsukan dokumen kepala keluarga.

Padahal, kompensasi dana untuk rumah juga tidak besar, hanya Rp15 juta yang dibayar bertahap tiga kali.

“Rp15 juta itu tidak langsung. Tetapi dibayar Rp5 juta selama tiga kali,” lanjutnya.

Kini, 29 kepala keluarga yang tinggal di rumah Damianus di NTT, juga masih terlantar. Kadang menumpang di rumah kerabat.

Untuk melakukan somasi, Damianus juga menyerahkan sepenuhnya pada Abdul Salam dari Asosiasi Advokat Indonesia di Surabaya, sebagai kuasa hukumnya. Dengan somasi tersebut, Damianus berharap agar pemerintah pusat benar-benar serius dalam menangani korban bencana.

Diketahui sebelumnya, erupsi Gunung Api Rokatenda terakhir terjadi pada tahun 2013. Lebih dari seribu korban terdampak, hingga kini terpaksa masih mengunsi di kerabatnya yang jauh dari lokasi terdampak.

Artikel ini ditulis oleh: