Jakarta, Aktual.com – Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), As’ad Said Ali menjelaskan, bagaimana seharusnya penguntitan atau dalam istilah ilmu intelijen disebut penjejakan fisik (physical surveillance) dilakukan. Hal tersebut diungkapkan olehnya menyusul terjadinya penembakan yang menyebabkan enam langgota Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang mengawal Habib Rizieq Shihab (HRS), di Tol Jakarta – Cikampek tewas ditangan polisi.

“Terjadinya aksi kekerasan antara beberapa anggota Polri dengan FPI di Karawang, mengusik saya untuk berbagi ilmu tentang “penguntitan”,” ujar As’ad Said Ali yang dikutip dari laman Facebook-nya, Selasa (8/12)

“Istilah yg lazim dalam dunia intelijen adalah “penjejakan fisik” atau “ physical surveillance “. Tujuannya adalah utk mengetahui keberadaan lawan,” sambungnya.

Menurut mantan Wakil Ketua BIN yang menjabat selama sembilan tahun di era tiga presiden ini yakni era Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati, dan Presiden SBY ini, jika penguntitan dilakukan menggunakan mobil, minimal yang digunakan dua kali lipat dari jumlah mobil yang diikuti.

“Kalau lawan curiga, penjejak bisa membatalkan misinya atau menekan lawan untuk menghentikan mobil, tetapi tetap berpura pura tidak menjejaki yang bersangkutan, misalnya mengatakan ada kesalahpahamanan,” katanya.  

Namun jika penguntitan sampai berujung pada aksi kekerasan apalagi pembunuhan, menurutnya ada misi lain.

“Kalau sampai terjadi aksi kekerasan apalagi pembunuhan, maka misinya bukan surveillance, tetapi ada misi lain atau kecerobohan petugas. Walllahu a’lam,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid