Jakarta, aktual.com – Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda, Direktur PT Sampico Adhi Abattoir Doddy Wahyudi dan seorang wiraswasta Zulfikar didakwa menyuap anggota DPR Komisi VI dari fraksi PDI-Perjuangan I Nyoman Dhamantra sebesar Rp3,5 miliar untuk mendapatkan kuota impor bawang putih.

“Terdakwa Chandry Suanda alias Afung, terdakwa II Doddy Wahyudi bersama terdakwa III Zulfikar memberi uang sebesar Rp3,5 miliar kepada anggota DPR RI Komisi VI I Nyoman DHamantra agar mengupayakan pengurusan kuota impor bawang putih di Kementerian Perdagangan,” kata jaksa penuntut umum KPK Takdir Suhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/10).

Perkara ini diawali dengan pemilik PT CSA Chandry alias Afung yang bergerak di bidang jual beli komoditas hasil bumi dibantu Doddy berniat untuk mengajukan kuota impor bawang putih.

Pada Juli 2018, Chandry mengajukan PT CSA sebagai perusahaan importir bawang putih yang bekerja sama dengan PT Pertani (Persero) sebagai penyedia wajib tanam 5 persen dalam rangka memperoleh Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Kementerian Perdagangan lalu menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih sebesar 20 ribu ton kepada PTC CSA.

Pada awal 2019, Chandry berniat untuk mengajukan kuota impor bawang putih kembali sehingga mengajukan kerja sama dengan PT Pertani melalui 4 perusahaannya yaitu PT Perkasa Teo Agro, PT Citra Sejahtera Antarsia, PT Cipta Senosa Aryaguna dan PT Abelux Kawan Sejahtera untuk memenuhi kewajiban wajib tanam 5 persen sebagai syarat diterbitkannya RIPH.

“Padahal diketahui PT CSA milik terdakwa gagal menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada PT Pertani atas wajib tanam yang telah dilaksanakan oleh PT Pertani pada 2018”.

Dody lalu bertemu Nyoman Dhamantra pada Januari 2019 di hotel Dharmawangsa agar bisa dibantu menjadi Direktur PT Berdikari dan menanyakan cara mengurus kuota impor bawang putih. Selanjutnya Nyoman memberitahu Dody agar teknis pengurusan impor bawang putih dilakukan melalui Mirawati Basri.

Dody lalu menghubungi Mirawati melalui terdakwa III Zulfikar dan Indiana alias Nino, mereka pun lalu bertemu pada 29 Mei 2019 di kantor PT Asiatech Integrasi. Dody meminta bantuan pengurusan kuota impor bawang putih tahun 2019 kepada Nyoman melalui Mirawati Basri dan Elviyanto.

Pada Juni 2019, Dody bertemu dengan Chandry dengan Dody mengatakan sudah memiliki jalur melalui Mirawati dan Nyoman untuk pengurusan impor bawang putih 2019 sehingga Chandry setuju menjadi importir bawang putih dan meminta Dody untuk mengurus penerbitan RIPH dari Kentan dan SPI dari Kementerian Perdagangan.

Pada 1 Agustus 2019, Mirawati bersama dengan Dody, Zulfikar, Indiana, Ahmad Syafiq dan Elviyanto bertemu dan menyepakati commitment fee terkait pengurusan kuota impor bawang putih sebesar Rp3,5 miliar.

“Elviyanto meminta agar terdakwa II Dody Wahyudi menyerahkan uang muka sebesar Rp2 miliar untuk memastikan kuota impor bawang putih tersebut,” tambah jaksa Takdir

Commitment fee itu diminta untuk ditransfer ke rekening money changer Indocev milik I Nyoman Dhamantra melalui rekening atas nama Daniar Ramadhan Putri.

Lalu pada 7 Agustus 2019 Zulfikar mentransfer sebesar Rp2,1 miliar ke rekening Dody, lalu Dody mentransfer Rp2 miliar ke money changer Indocev atas nama Daniar Ramadhan Putri. Dody dan Ahmad Syafiq lalu membuat rekening bersama di Bank BCA untuk memasukkan uang Rp1,5 miliar sebagai sisa commitment fee untuk diserahkan setelah Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan terbit.

Dody lalu melaporkan transfer uang tersebut kepada Chandry pada hari yang sama di restoran Lantai L Hotel Pullman.

Atas perbuatannya, Chandry, Dody dan Zulfikar didakwan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Ketiganya tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) sehingga persidangan dilanjutkan pada Senin, 4 November 2019.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin