Semarang, Aktual.com — Pengusaha jasa truk di Jawa Tengah keberatan atas kewajiban setiap angkutan umum mengantongi badan hukum, lantaran biaya legalistas dianggap cukup mahal.

Kebijakan baru itu menyusul dikeluarkannya Permendagri No. 101/ 2014 tentang penghitungan dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor tahun 2015 mulai 1 Januari 2016.

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng Chandra Budiwan menyatakan, keberatan atas kebijakan Permendagri bagi pengusaha truk. Pasalnya, harus memiliki kewajiban badan hukum, seperti BUMN, BUMD, dan koperasi.

“Dengan aturan itu, pengusaha truk harus berbadan hukum dulu. Ini sangat memberatkan bagi pengusaha truk yang masih kecil,” ujar dia di Semarang, Jum’at (22/1).

Ia menilai kebijakan itu terlalu memberatkan pengusaha truk. Pengusaha tidak bisa beroperasional secara maksimal. Dengan begitu, kata dia, secara otomats pendapat pemiliki truk terancam jeblok.

Apalagi kebijakan baru itu diperkuat dengan PP No 74/2014 tentang Angkutan Jalan. Padahal regulasi itu, kata dia, bagi pengusaha truk menengah ke bawah semestinya tidak perlu berbadan hukum menjadi PT. Sementara dari segi perpajakan di Jateng untuk badan hukum harus memiliki akte pendirian, pengesahan, NPWP, SIUP dan surat ijin usaha angkutan. Belum lagi, pengusaha truk harus mempunya pool truk kendati kepemilikan truk hanya berjumlah dua sampai tiga unit ruk.

“Kami minta dari pemerintah provinsi dan daerah, minimal membuat perda. Supaya ada solusi bagi pemilik truk,” terangnya.

Pihaknya juga mengkritisi pemerintah atau dinas terkait yang selalu menyalahkan pengusaha truk dengan tuduhan pelanggaran kelebihan tonase.

Chandra meminta kepada semua pihak untuk bersikap fair bahwa pengusaha truk hanya jasa pengantar barang. Adapun, pemilik barang atau pengusaha selama ini tidak dipersalahkan atau ikut ditegur.

“Pemerintah harus menekan ke pengusaha pengirim barang dan mendukung untuk denda jika melebihi tonase. Ini harus adil dalam bersikap,” terang Chandra yang baru dilantik sebagai Ketua Aptrindo Jateng periode 2016-2020.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menginginkan Aptrindo Jawa Tengah bisa melakukan tata kelola angkutan barang yang selama ini mempunyai paradigma memperbolehkan tonase angkutan yang berlebihan.

Dia mengakui sangat sedih ketika paradigma berpikir angkutan barang yang memperbolehkan tonase berlebihan. Menurutnya, salah satu sumbangan terbesar rusaknya jalan adalah kelebihan tonase truk yang seharusnya memiliki batasan maksimal 25% tonase.

Bahkan, lanjut Ganjar, tidak ada respon ketika menyampaikan ada tonase yang sampai 44%.

“Saya berharap organisasi ini benar-benar mengatur perusahaan-perusahaan sehingga mau melakukan tata kelola pemerintahan dan tata kelola pengusaha truk sehingga bisa dilaksanakan dengan baik,” terangnya.

Dengan hal itu, Ganjar berharap agar pengusaha truk bisa mengerti bahwa ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan pihaknya siap melakukan satu penyelesaian terbaik.

“Kalau ini bisa dilaksanakan dengan baik, dia di jalan selamat, tidak dicegat siapapun, kemudian tidak kena pungli, maka enak. Kalau mereka mau sesuai ketentuan, kan bisa enak semuanya. Intinya bisnisnya tetap baik, infrastruktur terjaga baik, aturan juga ditaati dengan baik,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan