Jakarta, Aktual.com – Kasus dugaan mafia tanah di Cakung telah menyeret beberapa terdakwa ke persidangan. Salah satunya Abdul Halim selaku pihak yang bersengketa dengan PT Salve Veritate atas kepemilikan lahan 7,7 hektare.
Dalam dakwaan terhadap Abdul Halim yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, terungkap bahwa Abdul Halim hanya pelaku yang diperalat oleh pihak tertentu.
Hal ini yang kemudian mendorong pengacara dari PT Salve Veritate, Fandi Denisatria, berharap kasus ini tidak berhenti pada Abdul Halim saja.
“Patut diapresiasi tapi tidak berlebihan karena aparat penegak hukum masih punya ‘PR’ untuk mengungkap aktor-aktor yang diduga ada dibelakang Abdul Halim. ,” kata dia, melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (20/3).
Ia menginginkan perkara ini terungkap secara terang benderang. Pasalnya, pihaknya berkeyakinan ada pihak-pihak lain yang terlibat, karena dari dakwaan yang dikenakan ke Abdul Halim salah satunya adalah terkait adanya dugaan tindak pidana pencucian uang.
“Selanjutnya dalam dakwaan juga telah disebut siapa siapa saja yang membantu abdul halim, pihak yang membeli tanah dari beliau, dan yang menggunakan/menguasai tanah milik pt salve tersebut,” kata dia.
Lebih jauh, ia pun memiliki beberapa catatan dalam menanggapi surat dakwaan Abdul Halim. Di mana, terdakwa Abdul Halim didakwa dengan pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud Pasal 263 ayat 1 KUHP.
Kemudian, menggunakan surat palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat 2 KUHP, memalsukan akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 264 ayat 2 KUHP hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Surat dakwaan Abdul Halim juga dijelaskan bahwa Abdul mengambil tanah milik PT Salve Veritate dengan menggunakan surat-surat yang diduga palsu.
Kemudian surat dakwaan Abdul Halim juga membeberkan menguraikan pihak-pihak yang turut ikut membantu Abdul untuk menguasai tanah secara melawan hukum.
“Dalam dakwaan JPU juga dikatakan tanah milik PT Salve Veritate tersebut dibeli oleh Harto Khusumo dari Abdul Halim dan kini digunakan oleh PT Temas,” kata Fandi.
Fandi menilai, surat dakwaan itu semakin menguatkan dugaan Abdul Halim hanyalah figur atau boneka yang digunakan dan diperalat oleh pihak tertentu untuk menyerobot tanah yang kini milik PT Salve Veritate.
Atas dasar itu, Fandi mendorong jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadirkan seluruh pihak yang disebutkan dalam dakwaan untuk mendalami peran, motif serta perbuatan masing-masing pada sidang pembukitan ke depan.
Selain itu, dia juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus sengketa tanah di Cakung seluas 7,7 hektare milik PT Salve Veritate.
“Dari persidangan pembacaan dakwaan juga semakin menunjukkan tuduhan yang tidak berdasar dan tendensius terhadap PT Salve Veritate dan kuasa hukumnya Haris Azhar sebagai bagian dari mafia tanah,” jelas dia.
Ia menilai, stigma negatif sebagai mafia tanah terhadap PT Salve Veritate dan kuasa hukumnya merupakan modus baru yang digunakan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil tanah tersebut.
“Dengan adanya persidangan Abdul Halim, kami berharap praktik mafia tanah yang sebenarnya dapat terungkap serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan dan memanfaatkan tanah milik PT Salve Veritate secara melawan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya.
“Hal tersebut merupakan bukti dari komitmen terhadap pemberantasan mafia tanah,” tambah Fandi.
Hingga berita ini diterbitkan, belum didapat tanggapan dari pihak Abdul Halim dan pihak terkait.
Diketahui, Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim Polri sejak akhir 2021 telah menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah seluas 7,7 hektare di Cakung Barat, Jakarta Timur, yang disengketakan Abdul Halim dan PT Salve Veritate.
Mereka yakni mantan Kepala Kantor WIlayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Jaya, delapan pegawai BPN DKI Jakarta, pensiunan pegawai BPN, Abdul Halim selaku pihak bersengketa hingga Lurah Cakung Barat berinisial RD.
Mereka disangkakan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik dan atau pemalsuan akta otentik PT Salve Veritate yang melibatkan pegawai BPN.
Selanjutnya, Jaya selaku mantan Kakanwil BPN DKI Jakarta telah menjalani persidangan atas kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan divonis tiga tahun dan enam bulan penjara terhadap mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN DKI Jakarta, Jaya, atas kasus mafia tanah.
Jaya dinilai telah terbukti melakukan pemalsuan dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Salve Veritate.
Sementara, Abdul Halim masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu