Semarang, Aktual.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diketahui sudah meluncurkan Program Indonesia Terang (PIT).

Namun masih ada kebingungan di tengah masyarakat mengenai perbedaan PIT dan Program listrik 35.000MW. Apakah itu saling terkait? berbeda? atau malah serupa dan tumpang tindih?

Ketua Satuan Tugas PIT ESDM, Said Didu pun memberi penjelasan untuk mengurangi kesimpangsiuran di masyarakat.

Kata dia, secara umum, keberadaan PIT adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar listrik masyarakat. Tapi, targetnya adalah desa-desa pedalaman atau terpencil yang belum teraliri listrik atau istilahnya ‘Off-Grid (di luar jaringan listrik).

Lingkup kerja PIT meliputi desa-desa pedalaman yang sulit dijangkau oleh PLN. Di antaranya desa tidak layak secara teknis dan desa tidak layak secara ekonomi.

“Atau desa layak secara teknis dan ekonomis namun PLN tidak berencana masuk sampai waktu tertentu,” ujar dia, Sabtu (21/5).

Sedangkan Program 35.000MW, dijelaskan dia, bersifat ‘on grid’ dan hanya meningkatkan daya listrik dengan tujuan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Jadi sasarannya masyarakat yang sudah teraliri listrik tapi dayanya ditingkatkan,” kata dia.

Fokus aliri listrik ke 12.659 Desa

Dituturkan Said, tercatat ada 42.352 desa tanpa listrik sama sekali di Indonesia. Dan ada 31.792 desa tanpa listrik, namun PLN sudah hadir di wilayah tersebut. Kemudian ada 2.519 desa tanpa listrik, namun PLN berencana akan hadir (saat ini belum hadir).

Dengan demikian, total ada 82.190 desa di seluruh Indonesia yang belum menikmati listrik. Sedangkan PIT, ujar Said, hanya fokus pada 12,659 desa yang sebagian besar letaknya di Indonesia bagian timur.

Skema pendanaan PIT

Adapun skema pendanaan untuk PIT terbagi menjadi dua cara, melalui APBN dan Non APBN. Dari APBN murni berjumlah Rp100 triliun untuk dialokasikan dari DKE, EBT, Listrik Pedesaan dan Program Listrik Desa.

Sementara untuk Non APBN bersumber dari investasi swasta dan masyarakat, serta dana hibah berupa CSR maupun donor lembaga internasional.

Namun, meskipun atas nama Non APBN, tetap ada anggaran dari APBN sebesar Rp47 triliun. Dana sebesar itu akan digunakan sebagai subsidi untuk pembangkit yang mengalami kerugian. “Karena membangun pada desa yang tidak layak secara ekonomi,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh: