Jakarta, Aktual.com — Memperingati tanggal lahir (atau sering dikenal dengan istilah ulang tahun atau milad) bagi sebagian orang memang dianggap sebagai hal yang cukup penting. Melalui peringatan ulang tahun, seseorang diharapkan akan semakin menyadari jika usianya terus berkurang, sehingga kesempatannya untuk hidup di dunia akan semakin sedikit.

Adapun dalam kebiasaan masa kini, dalam peringatan ulang tahun (milad), seseorang biasanya akan menyelipkan beberapa harapan atau doa yang merupakan keinginan-keinginan di tahun-tahun berikutnya dalam kehidupan mereka. Doa ulang tahun untuk diri sendiri ini tentunya sangat beragam, sesuai dengan hal-hal yang akan dimintakan.

Lalu, bagaimana pandangan ajaran Islam tentang ulang tahun?.

“Mengenai hal ini memang tidak disinggung secara langsung dalam dalil-dalil syar‘i. Tidak ada ayat Al Quran atau hadis Nabawi yang memerintahkan kita untuk merayakan ulang tahun, sebagaimana pula sebaliknya, juga tidak pernah ada larangan yang bersifat langsung untuk melarangnya. Sehingga umumnya masalah ini merupakan hasil ijtihad yang sangat erat kaitannya dengan kondisi yang ada pada suatu tempat dan waktu. Artinya, bisa saja para Ulama untuk suatu masa dan wilayah tertentu memandang bahwa bentuk perayaan ini lebih banyak mudharat dari manfaatnya. Namun sebaliknya, bisa saja pendapat Ulama lainnya tidak demikian, bahkan mungkin ada hal-hal positif yang bisa diambil dengan meminimalisir dapak negatifnya,” tutur Ustadzah Nur Hasanah kepada Aktual.com, Selasa (16/2), di Jakarta.

Ada 2 pendapat berbeda tentang permasalahan ini. Ada Ulama yang mengatakan haram dan ada pula yang membolehkan.

Pertama, sebagian Ulama yang berfatwa mengharamkan perayaan ulang tahun, berijtihad dari dalil-dalil yang bersifat umum. Seperti, dalil-dalil yang melarang umat Islam meniru-niru perbuatan orang-orang kafir.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

من تشبه بقوم فهو منهم

Artinya, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

“Kiranya para Ulama tersebut memandang bahwa perayaan ulang tahun itu identik dengan perilaku orang-orang kafir. Sehingga mereka mengharamkan umat Islam untuk merayakannya secara ikut-ikutan. Selain itu, oleh sebagian Ulama, seringkali acara ulang tahun disertai dengan banyak kemaksiatan. Seperti minuman keras, pesta musik, joget, dansa, campur baur laki-laki dan wanita. Bahkan banyak yang sampai meninggalkan salat dan kewajiban lainnya. Seringkali juga pesta-pesta itu sampai melupakan niat utama, tergantikan dengan semangat ingin pamer dan menonjolkan kekayaan. Sehingga menimbulkan sifat riya’ dan sum’ah pada penyelenggaranya.”terang Ustadzah Hasanah.

Kedua, Ulama yang membolehkan acara ulang tahun. Adapun sebagian lainnya dari para Ulama, mereka cenderung membolehkan ulang tahun. Dengan landasan dasar bahwa ulang tahun bukanlah ibadah ritual. Sehingga selama tidak ada larangannya yang secara langsung disebutkan di dalam nash Al Quran atau sunah, hukum asalnya adalah boleh. Sesuai dengan kaidah “al ashlu fil asy yaa’i al ibahah.” Bahwa kaidah dasar dari masalah muamalah adalah kebolehan, selama tidak ada nash yang secara tegas melarangnya.

“Adapun alasan peniruan orang kafir, dijawab dengan argumen bahwa tidak semua yang dilakukan oleh orang kafir haram dikerjakan. Hanya yang terkait dengan peribadatan saja yang haram, adapun yang terkait dengan muamalah, selama tidak ada nash yang langsung melarangnya, hukumnya tidak apa-apa bila kebetulan terjadi kesamaan,” kata ia lagi menjelaskan.

“Misalnya, kebiasaan pesta pasca panen di suatu negeri yang masih kafir. Apakah bila ada kebiasaan yang sama di suatu negeri Muslim, dianggap sebagai bentuk peniruan?. Tentu tidak, sebab hal itu dipandang sebagai ‘urf yang lazim, tidak ada kaitannya dengan wilayah kekufuran atau kebatilan,” tambahnya.

Para Ulama dari kelompok ini cenderung menetapkan ‘illat haramnya peniruan pada orang kafir berdasarkan titik keharamannya. Bukan semata-mata dilakukan oleh mereka. Misalnya, kebiasaan orang kafir memberikan sesaji kepada gunung yang mau meletus, maka hukumnya haram bagi Muslimin untuk melakukannya. Adapun bila ada nash secara langsung dari Rasulullah SAW untuk tidak meniru suatu perbuatan tertentu, maka wajib bagi setiap Muslim untuk mengikuti perintah Beliau.

Misalnya, larangan Rasulullah SAW bagi umat Islam untuk mencukur jenggot dan memelihara kumis, sebab dianggap menyerupai orang kafir. Maka larangan itu tetap berlaku, meskipun orang kafir sendiri telah merubah kebiasaannya.

Lantas adakah doa khusus untuk orang yang berulang tahun?

“Jika kita berbicara doa, memang sewajibnya kita sebagai sesama Muslim harus saling mendoakan, dan mengenai doa untuk orang yang berulang tahun sendiri tidak ada doa yang yang dikhususkan akan tetapi ada empat doa yang bisa kita baca ketika ulang tahun,” ujar ia menambahkan.

1. Doa ulang tahun, memohon panjang umur

Hal pertama yang sering diharapkan dan diminta oleh seorang yang tengah ulang tahun adalah memiliki usia yang panjang, umur yang berkah, dan umur yang bermanfaat. Oleh karena itu, pada tahap pertama ini kami sampaikan doa ulang tahun untuk memohon panjang umur.

Allahumma, Thowwil Umuuronaa, Wa Shohhih Ajsaadanaa, Wa Nawwir Quluubanaa, Wa Sabbit Imaananaa, Wa Akhsin A’maalanaa, Wa Wassi Arzaqonaa, Wa Ilalkhoiri Qorribnaa, Wa ‘Anisysyarri Ab’ Idnaa, Waqdhi Khowaa-Ijanaa Fiddiini, Waddunyaa, Wal Aakhiroti Innaka ‘Alaakulli Syai-In Qodiir.

Artinya, “Ya Allah, panjangkan umur kami, sehatkan badan kami, terangi hati kami, tetapkan iman kami, baikkan amalan kami, luaskan rezeki kami, dekatkan kami pada kebaikan, dan jauhkan kami dari kejahatan, kabulkan segala kebutuhan kami, baik dalam agama, dunia, maupun akhirat. Sesungguhnya Kau adalah Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

2. Doa ulang tahun, memohon keselamatan dan kesejahteraan

Seseorang yang berulang tahun umumnya juga akan memohon keselamatan dan kesejahteraan. Keselamatan dan kesejahteraan yang diharapkan bisa saja berupa keberkahan rezeki, penambahan ilmu, serta ampunan dari dosa-dosa yang pernah diperbuat.

Allahumma Innaa Nas Aluka, Salaamatan Fid Diin, Wa ‘Aafiyatan Fil Jasad, Wa Ziyaadatan Fil ‘Ilmi, Wa Barokatan Fir Rizq, Wa Taubatan Qoblal Maut, Wa Rohmatan ‘Indal Mauti, Wa Maghfirotan Ba’dal Mauti.

Artinya, “Ya Allah kami memohon kepadaMu, keselamatan di dalam agama, kesejahteraan pada tubuh, penambahan ilmu, keberkahan rizqi, taubat sebelum mati, rahmat di waktu mati, dan keampunan setelah mati.”

3. Doa ulang tahun, memohon anak yang saleh

Yang tak kalah penting dalam kehidupan berumah tangga adalah hadirnya anak yang saleh yang bisa membanggakan kedua orang tuanya, berguna bagi bangsa dan agamanya.

Robbi Hablii Mil Ladunka Dzurriyyatan Thoyyibatan. Innaka Samii’ud Du’aa.

Artinya, “Ya Allah, Ya Tuhanku, berilah aku seorang anak yang soleh. Sesungguhnya Kau adalah Dzat Yang Maha Pendengar Doa.”

4. Doa ulang tahun, memohon kemuliaan (Keluarga).

Terakhir, seseorang yang ulang tahun umumnya juga akan memohon hadirnya kemulian dalam keluarga yang dibangunnya.

Robbanaa, Hablanaa Min Azwaajinaa, Wa Dzurriyyaatinaa, Qurrota A’yun, Waj-‘Alnaa Lilmuttaqiina Imaama.

Artinya, “Ya Allah, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah pada kami, istri-istri dan anak cucu sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

“Nah, itulah beberapa doa ulang tahun yang bisa kita panjatkan sesuai dengan harapan dan keinginan kita,” kata Ustadzah Hasanah menambahkan.

“Sebenarnya bila kita ingin meletakkan hukum merayakan ulang tahun, kita harus membahas dari tujuan dan manfaat yang akan didapat. Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang?. Atau sekedar ikut-ikutan tradisi?. Adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu dan amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertimbangan lain adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat dan dosa yang dilanggar ?,” sambung ia.

“Bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan acara seperti itu menjadi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham pada generasi berikut seolah-olah acara seperti ini harus dilakukan?. Hal ini seperti yang terjadi pada upacara peringatan hari besar Islam baik itu kelahiran, isra` mikraj dan sebagainya. Jangan sampai dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun adalah sesuatu yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah kehilangan makna?,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: