Jakarta, Aktual.co — Harga minyak yang bergerak fluktuatif dalam beberapa waktu terakhir kadang berada di level terendah, namun kadang juga berada di level tertinggi. Dengan kata lain, harga pasar tidak bekerja bagi siapapun dan untuk siapapun di dunia ini.
Dilansir dari Reuters, Rabu (7/1) Edward Hadas mengungkapkan bahwa volatilitas di pasar terlihat berlebihan. Harga minyak dunia jatuh mencapai 50 persen sejak Juni 2014, namun pasar meresponnya dengan tenang.
“Variasi penurunan dan penaikkan harga minyak dunia tidak beralasan, terutama mengingat pergeseran permintaan yang cukup moderat,” terang Edward.
Sejak tahun 1990, perubahan harga minyak pertahun tidak pernah lebih tinggi dari 3 persen. Di sisi lain, biaya rata-rata pasokan bergerak sangat lambat, penyesuaian hanya sederhana dalam level persediaan dan produksi untuk menjaga kestabilan harga.
“Penurunan harga minyak yang tajam merupakan sesuatu pertanda yang berbahaya, perubahan dramatis yang cepat mengubah investasi yang baik menjadi investasi yang buruk,” terangnya.
Sebagai contoh, jika harga minyak tetap di bawah USD60 per barel, AS akan menghabiskan banyak uang untuk mengembangkan Shale Oil. Sebaliknya, kenaikan tajam pada pertengahan 2000-an mendevaluasi investasi energi yang tidak efisien dan tidak masuk akal.
Perilaku produsen minyak seharusnya berubah seiring dengan meningkatnya biaya produksi minyak mentah. Ketika harga minyak mentah dunia dijual murah, sumur minyak berbiaya tinggi bakal ditinggalkan, namun ketika harga minyak mahal, mobil listrik terlihat lebih baik dan pengeboran laut dalam masuk akal.
Ekonomi global secara keseluruhan mendapatkan keuntungan dari turunnya harga minyak, termasuk konsumsi dalam pemborosan sumber daya. Ketika harga minyak naik, produksi minyak yang mahal dengan tenaga kerja terampil dan peralatan yang canggih akan dihargai. Negara pengimpor minyak akan membayar lebih mahal untuk kebutuhan minyak mentah. Dunia keuangan terganggu oleh arus kas lintas negara. Negara eksportir minyak akan mendapatkan uang tunai. Namun seiring dengan meningkatnya harga minyak, menyebabkan pemerintah pengimpor minyak menjadi miskin dan ekonomi akan semakin lemah.
Harga minyak dunia bisa jauh lebih rendah jika produksi minyak tidak dijalankan secara efisien. Tidak ada yang tahu berapa harga minyak paling rendah karena Arab Saudi dan beberapa produsen lainnya sangat agresif meningkatkan produksi minyak berbiaya rendah.
“Namun, tidak ada alasan harga minyak mentah bisa menyentuh USD30 per barel ketika diperlukan pasar. Itu adalah rata-rata tahunan pada 1990-an, disesuaikan dengan inflasi, menyusul perhitungan dari Administrasi Informasi Energi AS,” ujarnya.
Harga yang tepat adalah BBM berbiaya rendah untuk menjaga mobil tetap berjalan namun tetap mendorong sumber energi alternatif lain. Tidak ada cara menghitung harga yang optimal, namun kebijakan di Eropa dan Jepang menerapkan rekening pajak sekitar 60 persen dari harga bensin di SPBU.
Amerika Serikat memiliki pajak rendah BBM pada tingkat 15 persen. Itu jelas terlalu rendah untuk memberikan insentif untuk konservasi dan investasi alternatif terbarukan. Pemerintah AS tidak memiliki banyak peraturan untuk produksi industri dalam arah yang diinginkan, tetapi mereka menerapkan pajak yang lebih tinggi untuk menekan konsumsi BBM.
“Cara terbaik untuk mendapatkan harga minyak yang tepat adalah melalui pelemahan kartel. Produsen harus disiplin untuk menjaga kestabilan harga minyak, tapi jangan terlalu ambisius untuk menaikkan harga minyak guna menarik investasi,” tambahnya.
“Cara terbaik untuk menjaga harga BBM ditingkat konsumen adalah menerapkan tarif pajak minyak bervariasi. Penurunan harga minyak baru-baru ini memberikan kesempatan yang baik. Konsumen melihat harga BBM turun, sebagian besar pemerintah menyambut mengambil pajak tambahan,” jelasnya.
Sayangnya, pemerintah lebih cemas untuk stimulus permintaan jangka pendek permintaan konsumen daripada pendekatan jangka panjang masuk akal untuk harga energi. Kesempatan akan hampir pasti akan sia-sia.
Laporan: Ismed Eka
Artikel ini ditulis oleh: