Kemiskinan Warga Pedalaman (Foto:ilst.Antara)

Jakarta, Aktual.com – Tingkat kemiskinan di bawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) masih relatif tinggi di angka 10 persenan dari total jumlah penduduk Indonesia.

Pemerintah pun menargetkan penurunan angka kemiskinan di tahun depan masih di kisaran 9,5-10,5 persen. Penurunan angka kemiskinan selama ini juga relatif lamban.

“Bagi pemerintah, selain pertumbuhan ekonomi yang dicapai, juga fokus untuk mengurangi ketimpangan, pengangguran, dan kemiskinan di Indonesia,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa malam, ditulis Rabu (17/8).

Untuk itu, salah satu agenda prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah 2017 adalah memperbaiki distribusi pendapatan dengan perhatian utama pada peningkatan pendapatan penduduk 40 persen ekonomi terbawah.

Perbaikan pendapatan, kata Bambang, merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dan rentan miskin. “Caranya dengan melalui penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, mengangkat mereka dari kemiskinan, dan akhirnya meningkatkan pemerataan,” janji dia.

Dengan demikian pada 2017 mendatang, pemerintah menargetkan pengurangan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,3-5,6 persen dan tingkat kemiskinan di angka 9,5-10,5 persen.

“Pemerintah menyadari tantangan tersebut cukup besar, mengingat daya serap tenaga kerja akhir-akhir ini yang rendah diikuti dengan pengentasan kemiskinan yang juga turun melambat,” tutur Bambang.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan per Maret 2016 tercatat sebanyak 28,01 juta orang atau sekitar 10,86 persen. Angka ini menurun sedikit dari sebelumnya pada September 2016 sebanyak 28,51 juta orang (11,13 persen).

Sedang angka garis kemiskinan pada periode tersebut menjadi sebesar Rp255.181 per kapita per bulan. Angka itu disebut menaik sedikit dibanding enam bulan lalu yang di cuma angka Rp247.278 per kapita per bulan.

Menurut Bambang, angka penurunan kemiskinan yang masih stagnan ini akibat adanya faktor perlambatan ekonomi global yang masih membayangi perkembangan ekonomi nasional baik pada sisa 2016 maupun 2017 ke depan.

“Seperti halnya melemahnya harga dan permintaan komoditas internasional yang disebabkan oleh lesunya perekonomian negara-negara mitra dagang utama,” tuding dia.

Indikasi ini, kata dia, terlihat dari pertumbuhan ekonomi daerah-daerah yang berbasis komoditas mengalami perlambatan. Dampak perlambatannya diperkirakan masih terasa, srhingga membuat perkiraan TPT menjadi lebih tinggi dari perkiraan semulam

“Yaitu menjadi sekitar 5,7 persen tahun 2016, sementara jumlah penduduk miskin pun masih stagnan sehingga tingkat kemiskinan diperkirakan mencapai 10,6 persen pada akhir 2016 ini,” pungkas Bambang.

(Busthomi).

Artikel ini ditulis oleh: