Dewan Pers Oktober 2017 menetapkan bahwa redaksi Majalah Indonesia Tatler terbukti melakukan pelanggaran. Selain itu, Dewan Pers juga menemukan bahwa PT Mobiliari Stephindo tidak memiliki izin sebagai perusahaan penerbitan pers. Karenanya, Dewan Pers merekomendasikan agar Ello memroses kasus tersebut melalui jalur hukum.

“Dewan Pers menemukan bidang usaha PT Mobiliari Stephindo antara lain travel dan perdagangan. Sama sekali bukan izin penerbitan media massa,” tutur Kuhon.

Advokat itu menduga ada ‘sesuatu’ yang menyebabkan Millie Stephanie, pemilik saham dan pimpinan PT Mobiliari Stephindo yang juga merupakan pimpinan tertinggi di lingkungan redaksi Majalah Indonesia Tatler, hanya diperiksa sekadarnya pertengahan Februari lalu di Subdit Cyber Reskrimsus Polda Metro Jaya. “Kita lihat sajalah. Masak hukum dan kebenaran bisa dikalahkan,” ujar Kuhon.

Mantan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, maupun anggota Pokja Bidang Hukum Dewan Pers, Chelsea, Jumat siang secara terpisah menegaskan bahwa perusahaan yang memang menyatakan kegiatannya adalah penerbitan media, diancam pidana denda Rp 500 juta jika tidak melayani hak jawab. Dalam akta pendirian harus disebutkan kegiatannya sebagai perusahaan pers.

Bagi yang dalam pasal 3 akta pendiriannya tidak menyebutkan kegiatan usaha sebagai penerbitan pers, maka penyebaran berita yang tidak akurat dapat diproses menggunakan peraturan hukum pidana umum atau pidana khusus seperti UU ITE.
“Kalau perusahaan media, pelanggarannya merupakan pelanggaran etik. Tapi kalau bukan perusahaan pers, yaaa pakai hukum pidana umum atau Undang-undang ITE saja,” Bagir Manan menandaskan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Andy Abdul Hamid