Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyidiki skema pembagian saham proyek PLTU Riau-1.
Penyidikan ini masuk dalam rangkaian kasus yang telah menjadikan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt.
“Ada hubungan yang perlu terjadi kalau kita bicara pembangunan proyek PLTU Riau-1. Baik antar PLN dengan subsider perusahaan yang masih terkait dengan PLN ataupun perusahaan-perusahaan lain termasuk perusahaan yang sebagian sahamnya sudah dimiliki oleh tersangka yang sudah kita tetapkan kemarin,” ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, kepada wartawan, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/7).
Masuknya skema pembagian saham ini, lantaran dalam proyek PLTU Riau-1, PLN memiliki saham 51%, sedang sisanya dimiliki konsorsium yang didalamnya ada perusahaan Johannes Kotjo, yang juga anak perusaaan PLN dan investor dari cina.
Adanya saham mayoritas ini, dijadikan PLN sebagai alasan untuk melakukan penunjukkan langsung perusahaan untuk menggarap proyek PLTU Riau-1.
“Ini perlu kita dalami lebih jauh sebenarnya gimana proses awal sampai dengan tangkap tangan dilakukan. Sejauhmana suap yang kami duga diterima oleh EMS itu memang memuluskan proses yang terjadi,” ungkapnya.
Febri menambahkan, saat ini tim penyidik tengah mempelajari sejumlah dokumen keuangan serta nota perjanjian dalam proyek ini.
KPK sebelumnya menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt.
Dalam kasus ini, Eni diduga kuat telah menerima suap sebanyak Rp4,8 miliar untuk memuluskan perusahaan milik Johannes yakni Blackgold Natural Resources Limited menggarap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Atas perbuatannya, Eni selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto 64 ayat (1) KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby