Jakarta, Aktual.co — Pulau Sangalaki dan perairan di sekitarnya terus dipertahankan menjadi tempat habitat alami penyu, meskipun satwa langka ini terus terancam punah.

“Kami akan terus pertahankan, apa pun yang terjadi,” kata Lipu, relawan staf World Wildlife Fund (WWF) di Pulau Sangalaki, Kaltim, Rabu (10/12).

Kepulauan Derawan, terutama Pulau Derawan dan Pulau Sangalaki, juga sekitar Pulau Semama, Bilang-bilangan, dan Mataha menjadi tempat perlintasan penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Pulau Sangalaki bisa dicapai dalam 45 menit ke timur dengan speedboat berkekuatan dua kali 200 tenaga kuda dari Pulau Derawan.

Penyu yang akan bertelur berkeliaran di perairan pulau-pulau itu paling tidak selama setengah tahun. Mereka naik ke darat untuk bertelur selang 15 hari selama enam bulan.

“Setelah bulan Agustus ini, setiap malam masih ada rata-rata 15 ekor yang naik untuk bertelur,” kata Lipu.

Setelah itu para penyu kembali mengembara di laut lepas. Penyu yang bertelur di Derawan atau Sangalaki, berdasar dari tag yang dipasang di sirip kirinya, ditemukan menjelajah hingga perairan Filipina dan Samudera Pasifik, ribuan kilometer dari tempatnya dilahirkan.

Masa bertelur penyu ada di antara bulan April-Agustus. Menurut Lipu, pada saat itu bisa sampai 30 ekor lebih penyu yang naik setiap malam di Pulau Sangalaki. Mereka mulai merayap ke pantai setelah matahari tenggelam hingga sedikit lewat tengah malam. Penyu-penyu berada di darat selama lebih kurang tigam jam sebelum turun kembali ke laut.

Lipu juga menuturkan, jumlah 30 ekor ini merupakan penurunan yang sangat jauh. Pada tahun 50-an jumlah penyu setiap malam yang bertelur mencapai 200-an ekor. Masuk dekade 70-an, masih ada 150-an yang naik ke Sangalaki. Tahun 90-an, jumlah penyu yang bertelur menurun drastis menjadi seperti sekarang.

“Saat itu banyak penyu ditangkap dan dibunuh untuk diambil cangkangnya. Telurnya juga diambil untuk dimakan,” kata Lipu.

Artikel ini ditulis oleh: