Jakarta, Aktual.com — Tersangka kasus suap kepada jaksa pada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Lenih Marliani (LM) bakal segera duduk di kursi pesakitan. Dia akan segera diadili usai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi merampungkan proses penyidikannya.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati menjelaskan, bahwa berkas dan pokok perkara milik istri Jajang Abdul Holik, terdakwa korupsi dana BPJS Subang itu, hari ini dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung.
“Hari ini ada pelimpahan berkas, barang bukti dan tersangka LM, terkait tindak pidana suap di Dinkes Subang. Tahap II ke tahap penuntutan,” terang Yuyuk, saat ditemui di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/6).
Perpidahan tahanan, tutur Yuyuk, dilakukan langsung dari Rumah Tahanan (Rutan) Wanita Pondok Bambu. Proses persidangan Lenih akan disesuaikan dengan tempat penangkapannya.
“Dilakulkan di Rutan Pondok Bambu. Disidangkan di Bandung,” jelasnya.
Seperti diketahui, Lenih adalah salah satu pihak yang terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 11 April 2016 lalu. Dalam OTT tersebut Tim Satgas KPK menangkap Lenih dan jaksa pada Kejati Jabar, Deviyanti Rochaeni usai bertransaksi suap di gedung Kejati Jabar, Bandung.
Dalam OTT ini, KPK menyita uang sebesar Rp 528 juta yang diduga merupakan suap dari Lenih kepada Deviyanti berdasar hasil kesepakatan dengan Fahri Nurmallo, mantan Ketua Tim JPU Kejati Jabar yang menangani perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Jajang.
Berdasar pemeriksaan, uang itu berasal dari kocek Bupati Subang, Ojang Suhandi agar tidak terseret perkara yang menjerat Jajang. Selain itu, uang itu ditujukan, agar Jajang mendapat hukuman ringan.
KPK kemudian menetapkan Ojang, Lenih, dan Jajang sebagai tersangka pemberi suap. Ketiganya disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Deviyanti dan Fahri ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap. Kedua jaksa tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby