Jakarta, Aktual.com — Direktur Utama PT Soegih Interjaya Willy Sebastian Lim dituntut oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman pidana selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair lima bulan penjara.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Irine Putria menyebutkan, perbuatan Willy terbukti melanggar Pasal 5 Undang-undang (UU) tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Menuntut, agar majelis hakim tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa WSL telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata Jaksa Irine di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (15/7).
Sebelum membacakan tuntutannya, jaksa KPK lebih dulu menjelaskan hal-hal apa yang dijadikan sebagai tola ukur. Untuk pertimbangan yang meringankan adalah karena Willy belum pernah dihukum.
“Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemrintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa memberikan citra buruk terhadap iklim bisnis dan investasi indonesia pada dunia internasional,” kata jaksa.
Willy dalam tuntutan jaksa disebut memberikan uang bersama-sama dengan David P Turner selaku Sales and marketing Director of the OCTEL, Paul Jennings sebagai Chief Executive Officer (CEO) of OCTEL, Dennis J Kerisson yang juga menjabat sebagai CEO of OCTEL, Miltos Papachristos yaitu Regional Sales Direkctor for the Asia Pacific Region of OCTEL (masing-masing telah diputus oleh pengadilan di Court Crown at Southwark United Kingdom) dan Muhammad Syakir selaku Direktur PT SI.
Tujuan pemberian uang tersebut adalah untuk menyetujui OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia dan pemasok Tetraethyl Lead (TEL) untuk membutuhkan kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero) peridoe bulan Desember 2004 dan tahun 2005, padahal TEL adalah bahan berbahaya bagi kesehatan.
“Uang diberikan dalam tiga kali yaitu pada 18 Januari 2005 sebanyak 120 ribu dolar AS, 13 Juli 2005 sebanyak 40 ribu dolar AS dan 26 September 2005 sebesar 30 ribu dolar AS,” kata jaksa Irene.
Uang itu dikirimkan ke rekening giro di Bank UOB Singapura atas nama Suroso Atmomartoyo, rekening itu pun dibuat atas usulan Willy. Selain uang, Willy juga membayarkan biaya perjalanan Suroso dan keluarganya ke London termasuk menanggung ongkos akomodasi selama di London.
“Terdakwa pada April 2005 membayar perjalanan Suroso dan keluarga ke London untuk bertemu direksi OCTEL dan Muhammad Syakir, walaupun tidak terdapat nama jelas Suroso dalam pembayaran tapi kalau dihubungkan dengan email Muhammad Syakir yang intinya meminta pembagian pembiayaan tiket transportasi sedangkan OCTEL menanggung akomodasi, untuk itu terdakwa menyetujuinya,” kata jaksa.
Perjalanan Suroso dilakukan pada 23-27 APril 2005, ia selanjutnya menginap di hotel May Fair Radisson Ewardian untuk 23-26 April 2005 dengan biaya 749,66 poundsterling serta fasilitas menginap di hotel Manchaster UK pada 27 paril 2005 senilai 149,5 poundsterling. Uang, ongkos pesawat dan fasilitas menginap itu diberikan karena Suroso sebelumnya sudah melakukan sejumlah hal untuk PT OCTEL yang pada 2006 berubah nama menjadi Innospec Limited.
“Pertama, melakukan pertemuan perpanjangan TEL di Indonesia meski TEL mengandung bahan adiktif yang tidak ramah lingkungan dimana pelaksanaan pertemuan dilakukan di Jakarta dan London. Kedua, tidak memperpanjang nota kesepahaman dengan OCTEL malah dan malam membuat diskresi secara triuwlan dan perencanaan material per triwulan, ketiga tidak membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sehingga Suroso dapat meminta harga tinggi untuk fee kepada dirinya,” kata jaksa.
Atas perbuatan tersebut, jaksa menilai bahwa perbuatan Willy patut dicela dan memiliki pertanggungjawaban pidana. Terhadap tuntutan itu, Willy akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). “Kami memahami waktu sidang sangat mepet, kami akan diskusi apakah terdakwa membuat pembelaan sendiri,” kata kuasa hukum Willy, Palmer Situmorang. Hakim ketua Jhon Butarbutar pun menunda sidang hingga Kamis (23/7).
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu