Mantan anggota DPR Dewie Yasin Limpo bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/3). Sidang itu menghadirkan empat saksi yakni Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM Rida Mulyana, Pegawai Setjen EBTKE Ida Nuryati dan Erick Tadung, serta mantan Manager Senior Niaga dan Pelayanan Pelanggan PT PLN Divisi Regional Maluku dan Papua Abdul Farid terkait kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/kye/16

Jakarta, Aktual.com — Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii dan pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf divonis masing-masing dua tahun bui.

Keduanya, kata ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar terbukti menyuap anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo.

“Menjatuhkan pidana terdakwa I Irenius Adii dan terdakwa II Setiady Jusuf masing-masing selama dua tahun dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama tiga bulan,” kata hakim dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (23/3).

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK, yang meminta agar keduanya divonis selama tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Vonis tersebut berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu.

Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa dilakukan saat rakyat dan negara Indonesia sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi.

Sedangkan hal yang meringankan, para terdakwa punya tanggungan keluarga, berlaku sopan, para terdakwa mengakui perbuatannya dan membantu membuka peran pihak-pihak lain yang terkait serta menyesali perbuatannya.

Hakim menilai bahwa Irenius dan Setiady terbukti memberikan 177.700 dolar Singapura (sekitar Rp1,7 miliar) kepada anggota Komisi VII dari fraksi Hanura Dewie Yasin Limpo, agar meloloskan proposal usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai tahun 2015.

Untuk kelancaran pengurusan, Irenius meminta bantuan Rinelda Bandaso yang merupakan staf administrasi Dewie Yasin Limpo. Dewie pun bersedia untuk membantu bila Irenius mempersiapkan dana pengawalan dan disanggupi Irenius.

Pada 28 September 2015, Dewie bersama Rinelda dan stafnya Bambang Wahyuhadi bertemu dengan Irenius dan dalam pertemuan itu Dewie kembali meminta Irenius menyiapkan dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan yaitu Rp50 miliar.

Baru pada 11 Oktober 2015, Irenius menyampaikan bahwa sudah ada pengusaha yang akan menyediakan dana pengawalan dengan syarat ada jaminan pengusaha dimaksud yang akan menjadi pelaksana pekerjaannya yaitu Setiady Jusuf.

Namun Setiady hanya bersedia memberikan dana pengawalan sebesar 7 persen dari anggaran yang diusulkan dengan syarat bila Setiady gagal menjadi pelaksana proyek maka uang harus dikembalikan. Atas kesepakatan itu Dewie meminta Setiady meneyrahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengsahan ABPN 2016 melalui Rinelda.

Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura atau senilai Rp1,7 miliar. dan sebagai jaminan dibuat Surat Pernyataan yang isinya uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan.

Surat ditandatangani Rinelda mewakili Dewie Yasin Limpo dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiady dan ditandatangani Irenius sebagai saksi.

Atas putusan tersebut, Irenius menyatakan menerima.

“Kami ingin menyampaikan terdkawa 1 menyatakan terima kasih kepada yang mulia dan kedua karena terdakwa Irenius mengalami penyakit prostat dan ingin konstentrasi pengobatan penyakit dengan berbesar hati terdakwa 1 menerima putusan yang dibacakan,” kata pengacara Irenius, Unoto Dwi Yulianto.

Setiady juga menerima putusan.

“Terdakwa 2 menerima putusan yang,” kata pengacara Setiady, Ade Paul Lukas.

Sedangkan jaksa penuntut umum KPK menyatakan pikir-pikir.

“Selaku JPU kami tetap menggunakan waktu untuk pikir-pikir,” kata jaksa kpk Fitroh Rocahyanto.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu