Jakarta, Aktual.com – Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir diyakini telah menyuap empat anggota Komisi V DPR RI. Atas dasar itu, dia dituntut hukuman penjara selama 2 tahun setengah oleh penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Selain hukuman badan, Abdul Khoir juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp200 juta, yang apabila tidak dibayarkan akan diganti dengan hukuman kurungan selama lima bulan.

“Meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan terdakwa Abdul Khoir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama,” papar Jaksa KPK Kristanti Yuni Purnawanti saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/5).

Tuntutan yang diberikan Jaksa KPK berdasar atas beberapa pertimbangan. Untuk yang memberatkan, Abdul Khoir dianggap tidak mendukung program pemerintah yang tengah giat memberantas korupsi di tanah air.

“Untuk yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan ditetapkan sebagai justice collaborator,” ujar Jaksa Kristanti.

Dalam pemaparan fakta yuridisnya, Jaksa pada KPK menyebut ada empat anggota Komisi V DPR yang diyakini telah menerima suap dari Abdul Khoir. Mereka adalah Damayanti Wisnu Putranti dari fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Golkar, Andi Taufan Tiro dari PAN dan Musa Zainuddin dari PKB.

Bahkan ada, Abdul Khoir juga diyakini telah menyuap Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX wilayah Maluku dan Maluku Utara Amran H Mustary.

Damayanti telah menerima uang sebesar 328 ribu Dollar Singapura dan 72.727 Dollar AS, Budi menerima uang senilai 404.000 Dollar Singapura, Andi Taufan sebesar Rp2,2 miliar dan 462 ribu Dollar Singapura dan Musa sejumlah Rp4,8 miliar dan 328 ribu Dollar Singapura. Khoir juga dinilai terbukti menyuap Amran HI Mustary sebesar Rp 16,5 miliar dan satu iPhone 6 seharga Rp 11,5 juta.

Uang yang diberikan Abdul Khoir kepada para anggota Komisi V, dimaksudkan agar mereka bersedia mengalokasikan program aspirasinya menjadi proyek infrastruktur di wilayah Maluku dan Maluku Utara. Sementara itu, uang untuk Amran diberikan agar Abdul bisa menggiring proyek-proyek dari program aspirasi jatuh ke tangan PT WTU.

Dia dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah kedalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.

Artikel ini ditulis oleh: