Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi berjalan saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/2). Eko Susilo Hadi diperiksa sebagai tersangka yang diduga menerima suap dari PT. Melati Technofo Indonesia (MTI) sebagai imbalan terkait proyek pengadaan lima unit alat Monitoring Satellite di Bakamla senilai Rp200 miliar. ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd/17.

Jakarta, Aktual.com – Dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus dituntut hukuman pidana selama dua tahun penjara, dan denda Rp 100 juta subsidair enam bulan kurungan.

Keduanya dianggap terbukti menyuap empat pejabat Badan Keamanan Laut. Pertama, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi sebesar 100.000 dolar Singapura dan 88.500 dolar Amerika Serikan serta 10.000 Euro.

Kemudian, Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla sebesar 105.000 dolar Singapura.

Selanjutnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan, sebesar 104.500 dolar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla sebesar Rp 120 juta.

“Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa M Adami Okta dan Hardy Stefanus, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar jaksa Kiki Ahmad Yani saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (5/5).

Menurut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi selaku penuntut umum, suap tersebut dilakukan agar PT Melati yang dimiliki Fahmi Darmawansyah, dapat menjadi pemenang dalam tender proyek Satellite Monitoring di Bakamla pada 2016 lalu.

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai Adami dan Hardy telah membantu KPK menangani kasus suap ini. Sehingga, tuntutan yang diberikan tak begitu berat.

“Keduanya membantu pengungkapan pelaku lain yamg berperan lebih besar.” [M Zhacky Kusumo]

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu