Jakarta, Aktual.com – Pembenahan Jakarta tidak akan selesai jika hanya mengacu pada masalah ekonomi dan sosial saja. Peran agama dinilai menjadi salah satu yang harus diikut sertakan guna menjadikan Jakarta sebagai pusat peradaban.
Demikian disampaikan oleh KH Fadlil Munawwarah Manshur dalam seminar ‘Pengembangan Kota Jakarta Sebagai Pusat Peradaban Dunia’ di Jakarta Selatan, Sabtu (21/1).
Fadlil menilai, untuk menjadi sebuah pusat peradaban, agama memiliki peran strategis dalam proses lahir dan berkembangnya peradaban. Jika peran agama tidak dapat diabaikan dalam upaya menjadikan Jakarta sebagai pusat peradaban dunia.
“Visi Jakarta ke depan harus menempatkan agama sebagai salah satu unsur penggerak utama peradaban, selain elemen kebudayaan, teknologi, sistem transportasi atau elemen lainnya.”
Meskipun demikian, peran agama ini bukan dimaksudkan Fadlil kepada satu agama saja seperti peradaban barat yang identik dengan Kristiani atau peradaban Arab yang dekat dengan Islam. Jakarta, disebutnya memiliki karakteristik majemuk yang mengharuskan masyarakatnya untuk saling menghormati satu sama lain.
Agama, lanjut Fadlil dapat berperan dan mengembangkan etika sosial yang nantinya akan menopang peradaban di Jakarta menjadi adiluhung. Artinya, masing-masing agama harus menampilkan dasar ajarannya yang humanis, toleran dan inskusif.
“Ibu kota Jakarta sebagai pusat peradaban mustahil dapat diwujudkan apabila relasi di antara warga dan hubungan antarkelompok didasari oleh kebencian, saling mencurigai, saling menyalahkan, permusuhan dan masing-masing ingin menang sendiri,” kata pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Ciamis ini.
Kalaupun ada aroma kebencian dan permusuhan dalam kehidupan kota Jakarta, menurut Fadlil hal tersebut bukan bersumber pada perbedaan agama, melainkan akibat dari akumulasi berbagai masalah ekonomi, sosial dan ketidak adilan.
Oleh karenanya, sangatlah diperlukan peran tokoh-tokoh agama untuk menekankan hal ini kepada umatnya masing-masing. “Mimpi menjadikan Jakarta sebagai pusat peradaban dunia bukan hal yang utopia, melainkan cita-cita yang kemungkinan dapat diwujudkan.”
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Wisnu