Ketua Komisi Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Mayling Oey-Gardiner di rumahnya di Jakarta, Kamis (27/7/2023). (ANTARA/Cindy Frishanti)
Ketua Komisi Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Mayling Oey-Gardiner di rumahnya di Jakarta, Kamis (27/7/2023). (ANTARA/Cindy Frishanti)

Jakarta, aktual.com – Peran perempuan dalam pembangunan memiliki potensi besar, namun ada syarat yang perlu dipenuhi, menurut Ketua Komisi Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Mayling Oey-Gardiner dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/07/2023). Salah satu syarat penting yang harus dimiliki perempuan adalah budi pekerti, yang mencakup nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, dan pola pikir yang berkembang.

Mayling menyatakan pentingnya keberadaan nilai-nilai ini untuk mendorong perempuan berperan aktif dalam pembangunan.

“Pokoknya ada nilai, ada tata krama. Sekarang ‘kan ngga ada tata krama…budi pekerti,” kata Mayling

Mayling juga menegaskan, bahwa pendidikan memainkan peran penting dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan perempuan untuk selalu memperluas wawasan, dan berkembang menjadi seseorang yang berkontribusi dalam pembangunan. Kemajuan saat ini telah menunjukkan progres positif, dengan semakin banyak perempuan yang mendapatkan pendidikan tinggi di sekolah dan perguruan tinggi.

“Karena (schooling) pendidikan itu memungkinkan kita untuk selalu memperluas wawasan. Karena itu yang kita perlukan jika ingin menjadi sesuatu,” ungkap Mayling.

Namun, walaupun banyak perempuan yang memperoleh pendidikan tinggi dan dapat bekerja di lembaga pemerintah dan swasta, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Beberapa perempuan masih enggan mengambil jabatan fungsional di organisasi karena mempertimbangkan komitmen tinggi pada pekerjaan dan waktu yang berkurang untuk keluarga. Hal ini merupakan pilihan pribadi perempuan, karena mereka seringkali lebih memilih keluarga sebagai prioritas utama.

Mayling juga menyoroti pentingnya kesetaraan gender dalam meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Meskipun kesetaraan gender bukanlah tujuan akhir, namun menjadi fondasi untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan.

“Seperti di kampus, (perempuan) sudah dinaikkan (jabatannya), tapi tidak mau menduduki fungsional, karena kebutuhan komitmen (pada pekerjaan) lebih tinggi, yang pasti akan berkurang waktu untuk keluarga. Itu pilihan ya,” ujarnya.

Dalam mencapai kesetaraan gender dan membuka peluang lebih besar bagi perempuan untuk berperan aktif dalam pembangunan, diperlukan kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara luas. Dengan menerapkan nilai-nilai budi pekerti dan memberikan akses pendidikan yang merata, perempuan akan semakin mampu berkontribusi positif dalam proses pembangunan dan mendorong kemajuan negara menuju masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Artikel ini ditulis oleh: