Jakarta, Aktual.com – Pesantren tidak hanya berhasil bertahan di Indonesia sejak zaman kolonial, tetapi juga mengambil peran strategis dalam pembangunan nasional dan pemberdayaan ekonomi, khususnya di tingkat akar rumput.

Indonesia memiliki 28.961 pesantren yang melayani setidaknya 18,5 juta siswa, atau santri, dan mempekerjakan sekitar 1,5 juta guru, yang membantu membentuk sumber daya manusia masa depan.

Pada kesempatan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2020, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak santri untuk berperan aktif dalam membangun perekonomian.

Ia berharap pesantren tidak hanya menjadi hub untuk melahirkan ulama, tetapi juga pusat pemberdayaan ekonomi.

Amin memuji beberapa program ekonomi kerakyatan yang digagas bekerja sama dengan pesantren, seperti pendirian minimarket, koperasi santri, dan pengembangan pusat inkubasi bisnis santri pondok pesantren serta layanan aplikasi mobile.

“Kolaborasi lebih banyak harus dilakukan antara santri pondok pesantren dan pelaku industri untuk menyejahterakan masyarakat,” ujarnya.

Pesantren sebagai pusat dakwah Islam harus dibuat relevan dan sesuai dengan laju kemajuan saat ini dengan menggunakan teknologi digital untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, saran Amin.

Pemerintah telah berkomitmen untuk mendanai 209.449 pesantren dan lembaga dengan mengalokasikan Rp2,6 triliun ($ 1,7 miliar) di 34 provinsi untuk periode 2020-2024. Dana tersebut antara lain untuk mendukung pembelajaran online, biaya operasional, dan program perawatan kesehatan untuk penanganan COVID-19 di pondok pesantren.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum lama ini membenarkan alokasi pemerintah sebesar Rp2,6 triliun untuk pesantren dan pendidikan agama di tengah pandemi COVID-19 melalui program pemulihan ekonomi pesantren.

Indrawati mengatakan, bantuan sebesar Rp2,38 triliun itu dimaksudkan untuk memfasilitasi operasional pendidikan di berbagai lembaga mulai dari pesantren dan Madrasah Diniyah Takmiliyah hingga lembaga pendidikan Al-Quran (LPA).

Sedangkan bantuan senilai Rp211,7 miliar diperuntukkan bagi bantuan belajar online bagi pesantren selama tiga bulan.

Dijelaskan Menteri, setiap pesantren akan mendapat bantuan, berdasarkan besarnya: sekitar 14.900 pesantren berukuran kecil masing-masing akan ditawarkan Rp25 juta; sekitar empat ribu pesantren berukuran sedang akan mendapatkan bantuan masing-masing Rp40 juta; dan 2.200 pesantren berukuran besar masing-masing akan menerima Rp50 juta.

Selanjutnya, bantuan operasional pendidikan sebesar Rp10 juta telah dialokasikan untuk masing-masing 62 ribu Madrasah Diniyah dan Rp10 juta untuk masing-masing lembaga pendidikan Alquran yang berjumlah sekitar 112 ribu.

Sementara itu, pemerintah menawarkan insentif kepada guru, ulama, dan pengurus pondok pesantren melalui bantuan sosial dan pembangunan atau perbaikan infrastruktur.

Perbaikan sarana dan prasarana antara lain penyediaan tempat wudhu, bak cuci tangan, dan sarana cuci tangan untuk 100 pesantren di 10 provinsi di Indonesia.

Lebih lanjut, pemerintah terus membantu memberikan akses pembiayaan kepada santri dalam rangka menjalankan usaha produktif, khususnya melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Kami optimis mahasiswa dapat memanfaatkannya untuk membiayai usaha produktif dengan mengakses pembiayaan KUR di kantor cabang terdekat, termasuk yang melayani syariah,” imbuh Indrawati.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo telah mencanangkan tiga program pemberdayaan ekonomi yang menyasar pesantren sebagai basis pembangunan ekonomi nasional.

Skema pertama meliputi pengembangan unit usaha potensial yang memfasilitasi dan memanfaatkan kerjasama antar pesantren. Program kedua bertujuan untuk meningkatkan kerjasama bisnis antar pesantren melalui pasar virtual dan business matching. Skema ketiga menargetkan untuk mengembangkan kepemilikan pesantren dan menyusun standar pelaporan keuangan di bawah payung SANTRI (Sistem Akuntansi Pesantren Indonesia) yang dapat diterapkan oleh masing-masing unit usaha pesantren.

Warjiyo memaparkan program tersebut saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ‘Fastabiqul Khairat Melalui Pondok Pesantren Sebagai Bagian dari Rantai Nilai Halal’, yang diselenggarakan sebagai bagian dari Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) pada Desember 2018.

Ketiga program tersebut merupakan pilar utama dari overarching strategy yang disajikan dalam Cetak Biru Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Islam Nasional, yaitu pemberdayaan ekonomi Islam melalui pengembangan ekosistem rantai nilai halal.

Di bawah ekosistem yang diusulkan, bisnis syariah akan dikembangkan melalui pemberdayaan perusahaan besar, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta pesantren, termasuk melalui aspek kelembagaan dan infrastruktur pendukung, menargetkan juga halal food, fashion dan pariwisata. sebagai pasar virtual.

Program ini sejalan dengan ambisi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produk halal global pada tahun 2024.

Pasar halal global telah mencapai US $ 1.294,5 juta pada tahun 2020 dan diperkirakan akan menyentuh US $ 1.911,3 juta pada akhir tahun 2026, mencerminkan CAGR (tingkat pertumbuhan tahunan gabungan) sebesar 5,7 persen untuk periode 2021-2026, menurut Global ‘Halal Market ‘2020 Research Report, dirilis Agustus lalu.

Pasar makanan halal global bernilai US $ 1.140 juta pada 2018 dan diperkirakan mencapai US $ 1.590 juta pada akhir tahun 2025, menunjukkan CAGR sebesar 4,3 persen pada periode 2019-2025.

Brazil, Australia, Jepang, Amerika Utara, dan China adalah beberapa produsen produk halal utama di dunia. Namun, Indonesia, negara terpadat keempat di dunia dengan hampir 270 juta penduduk dan sekitar 90 persen beragama Islam, masih belum memanfaatkan potensi bisnis halal. (INE)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin