Yerusalem, Aktual.com – Israel melantik panglime militer baru yang bernama Eyal Zamir. Pelantikan ini dilakukan di tengah meningkatnya ketidakpastian atas berakhirnya gencatan senjata di Gaza. Eyal sendiri sebelumnya adalah mantan komandan tank, ia dilantik menggantikan Letnan Jenderal Herzi Halevi, yang mengundurkan diri pada bulan Januari lalu, dan mengakui bahwa ia gagal memenuhi mandatnya.

Dilansir dari Al Jazeera, Eyal Zamir, 59, juga pernah menjabat sebagai direktur kementerian pertahanan. Dalam upacara pelantikannya sebagai panglima militer, pada hari Rabu siang (5/3) waktu setempat, di markas militer di Tel Aviv, Zamir mengatakan bahwa ia siap menghadapi tantangan yang akan datang, seraya mencatat bahwa meskipun ”Hamas memang telah mengalami pukulan berat, namun Hamas belum dikalahkan. Misinya belum tercapai.”

Zamir juga mengatakan bahwa tahun 2025 akan menjadi ’tahun pertempuran’. Menurut media berbahasa Ibrani, Zamir kemungkinan akan mengintensifkan pertempuran di Gaza. Situs berita Israel Walla melaporkan Zamir saat ini tengah merencanakan operasi darat skala besar di Gaza guna meningkatkan tekanan terhadap Hamas. Selain di Gaza, Zamir juga akan bertanggung jawab terkait strategi serangan Israel di Tepi Barat.

Beberapa sumber keamanan Israel mengindikasikan kepada media Israel bahwa Zamir kemungkinan akan memperluas serangan darat di Gaza dan menduduki wilayah tersebut lebih lama. Sementara di hadapan Zamir saat pelantikannya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan Israel ”bertekad” untuk meraih kemenangan dalam perangnya.

Untuk diketahui, pertempuran di Gaza telah dihentikan sejak Januari lalu di bawah tahap pertama gencatan senjata bertingkat yang dimediasi Qatar dan Mesir dan didukung oleh Amerika Serikat yang telah memungkinkan pertukaran 33 tawanan Israel dan 5 tawanan Thailand dengan sekitar 2 ribu tahanan Palestina. Tetapi beberapa menteri Israel telah memperingatkan bahwa pasukan mereka dapat melanjutkan pertempuran jika tidak ada kesepakatan untuk membawa kembali 59 tawanan yang masih ada.

Pasukan Israel sendiri telah mundur dari beberapa posisi mereka di Gaza, namun pembicaraan yang dimaksudkan untuk menyepakati tahap kedua gencatan senjata yang akan membebaskan tawanan yang masih hidup dan penarikan penuh pasukan Israel sebelum perang berakhir belum dimulai.

Israel sendiri telah meminta perpanjangan gencatan senjata tahap pertama hingga April nanti, untuk memungkinkan pembebasan tawanan yang tersisa. Sedangkan Hamas bersikeras untuk berpegang pada perjanjian yang dibuat pada bulan Januari, yang menyerukan perundingan untuk mengakhiri perang secara permanen, sebelum menyetujui pembebasan lebih lanjut.

Hamas Siapkan 30 Ribu Pasukan

Sementara itu, sebagai respon buntunya negosiasi gencatan senjata tahap dua, dan potensi perang Gaza yang akan kembali pecah, dilansir dari Channel 13, kelompok Perlawanan Palestina Hamas diperkirakan sedang menyiapkan 30 ribu anggotanya. ”Situasi Hamas sekarang mulai kembali menjadi serupa,” kata laporan menjelaskan tentang kembalinya kekuatan Hamas.

Situasi Gaza yang kembali di ambang perang terjadi karena Israel melanggar kesepakatan awal soal gencatan senjata tiga tahap, di mana fase pertamanya sudah berakhir pada 28 Februari 2025 silam.

Alih-alih melanjutkan negosiasi ke tahap dua, Israel malah mengumumkan persetujuan terhadap usulan Amerika Serikat (AS) melalui usulannya untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang memaksa perpanjangan gencatan senjata tahap pertama.

Usulan tersebut melibatkan pembebasan separuh sandera yang masih hidup dan pengembalian separuh jenazah pada hari pertama kesepakatan yang dilanjutkan. Sisa sandera dan jenazah akan dikembalikan pada hari ke-42, yang akan menjadi hari terakhir gencatan senjata.

Hamas langsung menolak usulan ini. Israel kemudian memaksanya dengan melakukan blokade semua bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Belakangan, Israel menunjukkan gelagat untuk melanjutkan perang Gaza.

Dalam konteks tersebut, PM Israel Benjamin Netanyahu menyetujui pemanggilan 400 ribu tentara cadangan (reserve division) untuk ditempatkan ke wilayah perbatasan Gaza. Keputusan untuk memobilisasi ratusan ribu pasukan diambil Netanyahu di tengah kekhawatiran akan pertempuran baru di Jalur Gaza. Jumlah tersebut meningkat tajam bila dibandingkan perintah sebelumnya, dimana Netanyahu saat itu hanya memobilisasi sebanyak 320 ribu tentara cadangan. Mengutip dari Middle East Monitor, pemanggilan 400 ribu tentara cadangan ke Gaza dilakukan Netanyahu untuk menekan militan Hamas.

(Indra Bonaparte)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain