INDEF: Indonesia Terkena Getahnya
Perang dagang AS-China membuat neraca perdagangan semakin tertekan. Indonesia akan menerima getahnya karena sebagai negara pemasok bahan baku ke AS ataupun China. Di samping itu, China tentu akan mencari pelampung untuk produk-produk ekspornya. Apalagi, China dengan sengaja mendevaluasi mata uangnya.
Peneliti Indef, Enny Sri Hartati menilai Indonesia harus benar-benar mengantisipasi penetrasi impor China. Sebab, selama Januari-Mei 2018, porsi impor China telah mencapai 18,36 miliar dollar AS atau 27,87 persen dari total impor, melampaui total impor dari ASEAN yang hanya 20,41 persen dari total impor.
“Tekanan terhadap neraca perdagangan Indonesia memang cukup kompleks. Indonesia harus bisa memanfaatkan depresiasi nilai tukar sebagai momentum untuk menyehatkan neraca perdagangan, melakukan transformasi struktural. Tidak hanya mendorong industri substitusi impor, tetapi juga menggalakkan hilirisasi industri agar tidak terus bergantung pada ekspor komoditas,” jelasnya.
Menurutnya, target utama adalah masuknya investasi langsung di sektor riil, bukan sekadar aliran modal masuk portofolio. Yang juga penting, memastikan implementasi serta konsistensi kebijakan dan insentif keuntungan investasi yang konkret diterima investor. Langkah itu dapat dimulai dengan fokus pada beberapa industri prioritas yang memiliki daya saing tinggi di pasar global.
Begitu pula Peneliti Indef Bhima Yudhistira, perang dagang AS-China akan memberikan pukulan besar bagi industri dalam negeri, terutama volume perdagangan dan volume ekspor dunia yang menukik tajam.
“Permintaan global akan menurun. Sedangkan industri yang berorientasi ekspor akan mengalami penurunan permintaan. Seperti Ekspor minyak kelapa sawit, karet untuk ban mobil tekstil, pakaian jadi, makanan dan minuman, elektronik akan mengalami tekanan yang besar,” jelas Bhima.
Selain itu, nilai tukar rupiah akan terus melemah karena capital outflow yang kembali ke negara asal. Apabila rupiah terus melemah, pelaku industri yang mengandalkan impor bahan baku akan mengalami kenaikan selisih kurs. Akibatnya harga produk dalam negeri pasti naik.
“Ini yang membuat industri impor tidak kompetitif. Utang luar negeri mereka dalam bentuk dolar, sedangkan kalau rupiah melemah akan ada selisih kurs ini yang akan membuat jadi berat,” jelasnya.
Selanjutnya, Pasar Modal: Indeks Saham Tiongkok dan Uni Eropa Melemah
Artikel ini ditulis oleh:
Eka