GPN jadi Alasan AS Evaluasi Bebas Bea Masuk
Robert E. Lighthizer Duta Besar United States Trade Representative (USTR) atau Kantor Perwakilan Perdagangan AS mengeluhkan ihwal Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/08/2017 tentang National Payment Gateway (NPG) atau Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

“PBI menetapkan 20 persen kapitalisasi bagi perusahaan asing yang ingin memperoleh lisensi sebagai penyelenggara switching untuk berpartisipasi dalam GPN. Mencegah 100 persen perusahaan asing untuk menyediakan layanan switching sepenuhnya serta melarang pasokan layanan pembayaran elektronik lintas batas untuk transaksi debet dan kredit ritel domestik,” kata Robert dinukil dari Tirto.

(Baca juga: GPN Incar Pajak Nasabah)

Selain itu, dirinya juga mengeluhkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) BI Nomor 19/10/PADG/2017, yang mengamanatkan perusahaan asing yang ingin memproses kredit dan debet ritel domestik transaksi melalui GPN harus bekerjasama dengan penyelenggara switching lokal berlisensi. Menurut USTR, PADG itu membuat persetujuan bergantung pada perusahaan mitra lokal yang mendukung pengembangan industri dalam negeri, termasuk transfer teknologi.

“Aturan ini juga mengatur bahwa transaksi tertentu harus dilaksanakan tanpa biaya dan memberlakukan potongan tarif kepada pedagang oleh bank,” tulis Robert dalam laporan tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah tengah menyiapkan formula untuk dirundingkan dengan AS terkait stabilitas hubungan dagang. Hal itu dilakukan agar kepentingan ekspor Indonesia AS tidak terancam pasca Washington mengevaluasi fasilitas bebas bea masuk 124 produk RI.

Dalam rapat GPN, Menko Darmin membicarakan terkait evaluasi fasilitas generalized system of preferences (GSP). GSP merupakan program preferensi perdagangan AS terbesar sejak tahun 1976. Berdasarkan Undang-Undang Perdagangan AS tahun 1974 memberikan peluang kepada negara-negara miskin dan berkembang untuk menerima fasilitas keringanan bea masuk impor untuk ribuan produk ekspor. Saat ini terdapat 120 negara dan wilayah yang menerima insentif bea masuk impor oleh AS. Untuk Indonesia, fasilitas tersebut merupakan fasilitas bebas bea masuk terhadap 124 produk ekspor Indonesia atau 3.547 lini tarif.

“Mereka mau mengevaluasi GSP mungkin seminggu lagi. Apakah mau diteruskan atau tidak. Kemudian untuk mengevaluasi, dia punya daftar permintaan, ‘ini kita (AS) kok dihambat-hambat di Indonesia ini itu,” kata Darmin.

Daftar hambatan yang disampaikan pihak AS antara lain terkait dengan asuransi, GPN, Data Processing Center, Intelektual Property Right dan Pertanian.

Terkait GPN, pemerintah ingin menciptakan sistem transaksi keuangan melalui kartu debit yang mampu diproses di dalam negeri, bukan diproses di luar negeri sebagaimana Visa maupun Master Card.

“Di dalam rapat enggak ada (perubahan aturan). Waktu di BI, keberatan kenapa harus keluar (data transaksinya). Kalau transaksi di sini, di sini aja di proses. Nah, dia (AS) enggak mau,” tuturnya.

Selanjutnya, Epilog

Artikel ini ditulis oleh:

Eka