Jakarta, Aktual.com — Market Statistic Officer dari International Coconut Community (ICC) Alit Pirmansah mengatakan konflik Rusia-Ukraina membuat industri kelapa dunia terpuruk.
Pasalnya, stabilitas global yang tengah terganggu memberikan pengaruh besar dalam hubungan dan perdagangan internasional.
“Saat pandemi kemarin pelaku industri kelapa sudah berusaha survive dan masih bisa bertahan. Namun adanya gempuran ekonomi baru yang disebabkan dampak dari perang Rusia-Ukraina ini berbeda. Fenomena tersebut membuat industri kelapa semakin terpuruk,” kata Alit.
Industri kelapa yang sebelumnya sempat susah payah bertahan di tengah pandemi harus kembali dihantam dengan fenomena perang kawasan tersebut. Meski tak berdekatan langsung secara fisik, nyatanya negara-negara pengekspor kelapa dan produk turunannya merasakan dampak besar, khususnya di beberapa negara kawasan Asia Tenggara.
Di Filipina, Kopra pada bulan Maret 2022 berkisar USD 1.221/MT dan turun menjadi sekitar USD 773/MT di bulan Juli 2022. Sementara kelapa parut (desiccated coconut) di Filipina diperdagangkan masih di kisaran USD 2.700/MT di Maret, menjadi hanya sekitar USD 2.000/MT di Juli 2022.
Bahkan untuk produk komoditas seperti kelapa kupas (coconut dehusked) yang minim nilai tambah, juga mengalami penurunan harga yang signifikan. Di Filipina dalam perdagangan domestik pada bulan Maret 2022 harganya masih USD 234/MT, sedang pada Juli 2022 menurun signifikan hanya di angka USD 151/MT.
Hal serupa ternyata juga terjadi di Indonesia, Thailand, Vietnam dan negara eksportir kelapa lain. Di mana industri kelapa dan produk turunannya ikut terguncang.
Untuk menyikapi kondisi demikian, Alit menuturkan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan oleh para pelaku bisnis di industri kelapa.
Yakni dengan meningkatkan konsumsi domestik dalam negeri. Hal ini juga bisa terwujud dengan sinergitas antar beberapa lini.
Meningkatnya konsumsi domestik terhadap kelapa dan produk turunannya akan menjadi jalan keluar terbaik. Alit mencontohkan, seperti di India, di mana konsumsi domestik mereka akan kelapa cukup besar. Sehingga adanya penurunan demand dari negara importir tak membuat mereka limbung. Industri kelapa di India yang besar akan tetap bisa terserap dengan baik karena konsumsi domestik yang tinggi.
Selain itu, ia melanjutkan, opsi lain yang bisa diterapkan adalah meningkatkan nilai tambah produk kelapa tersebut.
“Kemampuan mengolah keseluruhan kelapa ini penting di masa seperti sekarang ini. Sebab kalau hanya mengandalkan penjualan kelapa butiran saja saya rasa akan kesulitan,” papar Alit.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
As'ad Syamsul Abidin