Dalam aksinya massa mendesak DPRD DKI untuk menghentikan pembahasan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan kawasan strategis pantura Jakarta, serta menghentikan reklamasi pantai dengan proyek Giant Sea Wallnya yang menyebabkan penurunan tanah.

Jakarta, Aktual.com — Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo)‎, Bastian P Simanjuntak, mengatakan, disposisi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam merespon Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Zonasi dengan menulis kata ‘Gila, ini bisa kena pidana’, bisa dijadikan alat bukti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yakni alat bukti untuk menjerat Ahok.

Diungkapkan, dalam draft Raperda dikatakan bahwa kontribusi tambahan sebesar 15 persen bisa dicairkan setelah lahan laku terjual, sedangkan dalam draft yang ada disposisinya Ahok, dikatakan bahwa kontribusi tambahan bisa dicairkan di muka.

“Pencairan kontribusi tambahan dimuka dari Agung Podomoro untuk membangun gedung parkir Polda sebesar Rp 80 milyar dan untuk penggusuran Kalijodo sebesar Rp 6 milyar yang keduanya atas perintah Ahok adalah bukti bahwa sebenarnya Ahok lah yang berkepentingan mencairkan kontribusi tambahan dimuka tersebut,” tegas Bastian kepada Aktual.com, Jumat (13/5).

Lebih parahnya lagi, kata dia, kontribusi tambahan tersebut sudah digunakan sebelum Raperda disahkan oleh DPRD DKI Jakarta. Dalam penilaian Geprindo, jika ada pejabat negara meminta uang dari pengusaha, baik untuk dirinya maupun untuk hal lain tanpa ada dasar hukumnya, maka sama saja dengan tindak pemerasan.

“Dirut Agung Podomoro Ariesman sudah menjadi tersangka dalam kasus OTT Sanusi, lalu kenapa Ahok belum menjadi tersangka? Padahal sudah sangat jelas, bahwa Ahok lah yang memeras APL melalui Sunny,” ucapnya.

Ditambahkan, kengototan Ahok merealisasikan pulau buatan APL menjadi hal yang tidak mengherankan. Realisasinya juga menabrak berbagai aturan, hingga akhirnya terbukti pulau tersebut disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penyegelan juga sekaligus menandakan bahwa pulau tersebut ilegal.

“Kalau KPK mau jujur sebenarnya KPK sudah mengetahui modus Ahok dalam mengatur semua permainan antara pengembang dengan anggota DPRD melalui Sunny. Bahkan sunny staff khusus Ahok pernah mengakui kalau Koko (panggilan Ahok) sudah setuju terkait kontribusi tambahan menjadi 5 persen,” terang Bastian.

Sunny, lanjut dia, juga mengaku bahwa selama ini ia menjadi perantara antara Ahok dengan para pengembang pulau buatan. Keamrin Ahok juga mengakui APL sudah menyetorkan dana kompensasi tambahan sebesar Rp200 miliar dari total yang harus diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp300 miliar.

Artikel ini ditulis oleh: