Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kawasan Timur Indonesia, Andi Karumpa mengkritik habis kebijakan pemerintah soal instrumen investasi dalam rangka menampung dana repatriasi dari program tax amnesty (pengampunan pajak).
Menurut Andi, instrumen investasi yang disiapkan oleh lembaga-lembaga keuangan tersebut hanya berputar-putar saja di produk perbankan yang sudah ada dan di lembaga pasar modal.
“Setelah kami amati, instrumen investasinya hanya itu-itu saja. Yakni di seputar mengambil untung di pasar modal atau antar lembaga keuangan (bank) saja,” jelas Andi di Jakarta, Rabu (13/7).
Di mata dia, tidak ada instrumen investasi jangka panjang dari dana repatriasi itu yang akan mengalir ke sektor riil. “Misalnya ke infrastruktur seperti apa? Manufaktur seperti apa? Pembangkit listrik seperti apa? Atau usaha kecil menengah seperti apa? Tidak jelas,” kecam dia.
Pasalnya, lanjut Andi, bila dana tersebut hanya berlabuh di sektor keuangan dan investasi surat berharga serta pasar modal, Andi mengkhawatirkan akan terulang pengalaman serupa di perekonomian nasional beberapa waktu lalu.
“Karena yang terjadi nantinya, di mana sektor keuangan sangat sehat dan kuat, namun dunia usaha dan sektor riil justru mengalami kekeringan modal,” ujar Andi.
Hal itu, kata Andi, terlihat dari tingginya profitabilitas perbankan nasional, akan tetapi di sisi lain penetrasi kreditnya masih sangat terbatas. Bahkan, dalam amatan Andi, kredit yang sudah disetujui tapi belum dicairkan terus meningkat tajam. Per bulan Maret 2016 lalu, di bank umum sudah mencapai Rp1.236 triliun per 31 Maret 2016.
“Jadi, secara total, kredit mubazir di bank umum itu tumbuh 3,6 persen (year on year) pada kuartal-I 2016. Ini terlihat kan likuiditas ada, tapi fungsi intermediasi perbankan belum optimal,” kritik Andi.
Sebab itu, Kadin berharap agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat fungsi intermediasi perbankan jelang dana repatriasi masuk dari tax amnesty ini. Ia khawatir kultur yang ada di lembaga keuangan kita masih diwarnai sense of crisisdi tahun 1998 silam.
“Kami berharap agar OJK mempersiapkan perbankan kita untuk menghadapi aliran dana repatriasi. Salah satu caranya, agar UU Perbankan yang masih merupakan produk dari situasi krisis 1998 ini mesti direvisi, disesuaikan dengan kondisi terkini agar lebih fungsional dengan sektor ril,” tutup Andi. (Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka