Tak hanya Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai sesama bank pelat merah juga memberikan KMK senilai Rp 1 triliun untuk PT. Semen Indonesia.

Lebih lanjut, sebagai mata rantai penting dalam aktivitas tambang dan pabrik semen yang membawa ancaman ekologi di Rembang, kedua bank juga dianggap tak memiliki kebijakan spesifik di sektor pertambangan, tercermin dalam hasil assessment Koalisi ResponsiBank yang menilai kebijakan kredit dan investasi perbankan di Indonesia.

“Selama tahun 2014-2016, Mandiri tidak mendapatkan skor sama sekali dalam sektor pertambangan, sementara BNI hanya mendapat skor rendah.”

Padahal, sebagai salah satu sektor berisiko tinggi, perbankan perlu memasukkan risiko sosial dan lingkungan sebagai persyaratan pemberian pinjaman serta melakukan proses uji tuntas (due diligence) dan pengawasan sebelum menyalurkan pembiayaan.

Kendati sektor-sektor keuangan Internasional telah banyak mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi manusia dan pelestarian lingkungan hidup, sayangnya sebagian besar bank yang beroperasi di Indonesia belum memiliki kebijakan atau tidak mempublikasikan panduan pemberian pinjaman dan investasi yang kerap disebut ESRM (Environmental and Social Risk Management) atau ESG (Environmental and Social Governance ).

Di sisi lain, publik sebagai pihak ketiga yang menyimpan dana di Bank berhak menilai apakah bank memegang prinsip ramah lingkungan dan menghormati hak asasi masyarakat yang terdampak kredit atau investasi yang diberikan.

“Bank sebagai satu aktor utama pembangunan seharusnya mempelopori pembiayaan proyek yang mendukung penghormatan terhadap hak asasi dan perlindungan terhadap ekologi.” Adapun petisi dapat dilihat di alamat klik berikut: 

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Nebby