Baku/Yerevan, Aktual.com – Beberapa tentara Azerbaijan dan Armenia diyakini tewas dan luka-luka setelah bentrok di perbatasan, demikian keterangan dua negara yang saling tuding pasukan masing-masing telah masuk melanggar batas wilayah, Senin (13/7).
Azerbaijan dan Armenia, dua republik bekas Uni Soviet, kerap bersitegang di daerah Nagorno-Karabakh, wilayah di Azerbaijan yang banyak dihuni penduduk keturunan Armenia. Namun, bentrok terbaru itu terjadi di sekitar Tavush, wilayah perbatasan di timur laut Armenia. Tavush berjarak sekitar 300 kilometer (190 mil) dari Nagorno-Karabakh.
Kementerian Pertananan Azerbaijan mengumumkan empat tentaranya tewas dan lima lainnya luka-luka. Sementara itu, kementerian terkait di Armenia menyebutkan tiga tentaranya dan dua polisi luka-luka akibat bentrok tersebut.
Penjaga perbatasan dua negara itu adu tembak, Minggu (12/7), dan berlanjut sampai Senin. Armenia dan Azerbaijan saling tuding masing-masing tentaranya langgar kesepakatan gencatan senjata dan mulai menembak.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menuduh pemimpin di Armenia menyulut “provokasi”.
Sementara itu, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan bahwa pemimpin Azerbaijan akan bertanggung jawab terhadap “akibat yang tak diperkirakan dari situasi di kawasan yang tidak stabil”.
Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) meminta Azerbaijam dan Armenia membuka dialog demi mencegah konflik lebih luas. OSCE merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang keamanan dan telah lama berupaya mencari solusi bagi konflik dua negara.
Nagorno-Karabakh, salah satu daerah pegunungan di Azerbaijan, dihuni oleh sebagian besar penduduk keturunan etnis Armenia.
Armenia memproklamasikan kemerdekaannya saat konflik pecah di tengah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.
Meskipun dua negara sepakat gencatan senjata pada tahun 1994, Azerbaijan dan Armenia kerap menuduh satu sama lain terlibat aksi penembakan di sekitar Nagorno-Karabakh dan di sepanjang perbatasan dua negara.
Konflik di Nagorno-Karabakh memicu kekhawatiran komunitas internasional, salah satunya karena menjadi ancaman bagi stabilitas di kawasan. Pasalnya, wilayah tersebut jadi jalur untuk pipa gas minyak dan gas yang menjadi persediaan sejumlah pasar dunia.
Sumber: Reuters(Antara)