Jakarta, Aktual.com – Mantan Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Aussie Gautama, mengatakan perdebatan rencana pembangunan kilang di blok Masela, Maluku terjadi sudah cukup lama.
Menurutnya, perdebatan sengit untuk membangun kilang dengan sistem LNG terapung (floating LNG/offshore) atau dibangun di laut dengan sistem onshore itu terjadi sekitar 2008-2010.
“Pada tahun 2008-2010 perdebatan onshore atau offshore sudah terjadi. Saat itu perdebatan cukup sengit,” ujar Gautama dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (2/1).
Dia menceritakan, ketika itu Inpex Corporation selaku operator Blok Masela, mengusulkan pengembangan kilang dilakukan dengan sistem offshore atau dibangun di laut dengan kapasitas 4 miliar ton per annum.
Namun, pemerintah tak kunjung mengambil keputusan dan akhirnya memilih untuk melakukan studi dengan melibatkan pihak ketiga.
“Pihak ketiga melibatkn UI, ITB, ITS, gamma, dan juga melibatkan konsultan dari luar. Dan rekomendasi dari studi ini adalah floating LNG,” imbuh dia.
Kemudian akhirnya pemerintah memutuskan untuk membangun kilang terapung namun dengan kapasitas hanya 2,5 m ton per annum. Keputusan tersebut diambil sekitar tahun 2010.
Selang beberapa tahun keputusan tersebut diambil, Inpex pun menyampaikan hasil deliniasi pihaknya yang menemukan bahwa akumulasi cadangan gas di Lapangan Abadi itu jauh lebih besar dari evaluasi yang dilakukannya pada 2009.
Karena itu, membangun kilang terapung dengan kapasitas 2,5 miliar ton per annum dinilai sangat tidak optimum. “Mereka usulkan membuat kilang terapung 7,5 miliar ton per annum. Besar dan belum ada di dunia. Kapalnya sudah dibuat yang akan selesai 2018,” kisahnya.
Usulan Inpex untuk membangun kilang dengan kapasitas sebesar itu menimbulkan polemik besar di tubuh pemerintah dan SKK Migas.
Artikel ini ditulis oleh: