Yogyakarta, Aktual.com – Sengkarut kebijakan agraria di Indonesia telah membuat permasalahan serius dalam kehidupan petani. Dimana sejak kurang lebih 70 tahun Indonesia merdeka, penyingkiran petani dan ketimpangan akses terhadap tanah terus semakin melebar.

“Bahkan Indonesia merupakah satu dari dua negara yang menjadi target utama perampasan tanah,” ujar koordinator umum Komite Aksi untuk Reforma Agraria (KARA), Adrinus Sugiardi, saat menggelar aksi memperingati Hari Tani Nasional, di Pusat Kota Yogyakarta, Senin (28/9).

Tuding dia, proses penyingkiran petani melibatkan negara dan perusahaan yang terlibat di konflik agraria. Dalam catatan Konsorsium pembaharu Agraria (KPA), sejak 2004 sampai 2014 ada 1.391 konflik agraria.

Dalam aksinya, Kara mendesak pemerintah melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 sepenuhnya. Demi menghentikan perampasan tanah rakyat untuk kepentingan pemodal. Mereka juga mendesak pemerintah mencabut semua produk UU dan peraturan yang bertentangan dengan UU PA.

“Hentikan perampasan tanah rakyat, penggusuran dan penghilangan hak rakyat untuk kepentingan pemodal, termasuk tambang besi dan perubahan lahan pertanian menjadi bandara di Kulon Progo,” ujar dia.

Selain itu, KARA secara tegas menolak pertambangan dan pendirian pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng Utara, menolak Raperdais pertanahan dengan kembali pada UUPA 1960 sepenuhnya.

Artikel ini ditulis oleh: