Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua MPR RI Mahyudin berpandangan bahwa apa yang disampaikan mantan KaBIN Hendropriyono soal antisipasi kemungkinan terjadinya krisis ekonomi seperti tahun 1998, sebagai bentuk peringatan dini kepada pemerintah untuk memperbaiki perekonomian nasional.
“Pendapat beliau (Hendro) harus dicermati, karena beliau mantan KaBIN tentu berbicara atas dasar data yang dimiliki, dan presiden tentu harus menyiapkan langkah antisipasi dan penguatan tim ekonominya agar kejadian ’98 tidak terulang kembali,” kata Mahyudin, di Jakarta, Kamis (16/7).
Politikus Golkar itu menilai pernyataan Hendropriyono secara positif, dan tak mengartikan sebagai pernyataan yang menambah kegaduhan terkait lesunya perekonomian serta politik dan hukum.
“Mungkin pak Hendro ingin mencoba memberikan masukan kepada pemerintah, atau secara halus ingin mengatakan tim ekonomi pemerintah yang sekarang kurang mumpuni,” katanya.
Kendati demikian, ia enggan berkomentar terkait sejumlah nama ekonom yang dinilai bermazhab neoliberalisme, yang sempat disebut Hendropriyono dapat mengembalikan kondisi ekonomi nasional, diantaranya, Chairul Tanjung, Sri Mulyani, Kuntoro Mangkusubroto, Dorodjatun Kuntjorojakti, Boediono, Sri Edy Swasono, Ginanjar Kartasasmita, Gembong Suryosulisto, Christianto Wibisono dan beberapa tokoh lainnya.
“Kalau itu (ekonom) saya belum tahu,” tandasnya.
Sebelumnya sempat diberitakan, Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono memberikan peringatan kepada Sutiyoso, Kepala BIN yang baru dilantik; akan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, seperti yang terjadi pada tahun 1998 lalu. Dimana krisis ini bisa terjadi pasca Hari Raya Idul Fitri atau saat perombakan Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Bisa juga terjadi saat pelaksanaan pilkada serentak, kedepan.
“Jika terjadi adanya rush terhadap perbankan nasional. Kemudian demonstrasi besar di pusat dan di berbagai daerah. Selain itu indikasi ekonomi kita yang melambat, antara lain terlihat dari nilai transaksi yang sampai drop 18 persen. Ada 17 pabrik sarung Majalaya yang tutup, karena tidak mampu lagi beli bahan baku importnya,” terang Hendropriyono, pada Kamis (9/7).
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang