Dia meminta KKP segera membuat jalan keluar. Jangan sampai nelayan kehilangan mata pencaharian, karena bisa menimbulkan dampak negatif dan menimbulkan kemiskinan.

“Selain jadi andalan kebutuhan sehari-hari, anak nelayan butuh pendidikan, keluarganya pun butuh jaminan kesehatan. Itu semua dari hasil tangkapan ikan di laut,” cetusnya.

Apalagi kemudian, kata dia, pasca aturan itu  banyak nelayan yang kemudian malah dipidanakan. “Berdosa pemerintah jika anak nelayan tak bisa melanjutkan sekolah dan DO (drop out) gara-gara bapaknya dipidana,” tegas Ketua Umum DPP PKB ini.

Dirinya pun sudah menghubungi Presiden Joko Widodo terkait Permen KP ini baik yang terkait pelarangan penggunaan cantrang atau pun penangkapan benih lobster.

“Pak Presiden menanggapi masukan dari kami. Dan sudah minta ke Bu Susi (Susi Pujiastuti-Menteri KP) untuk menunda pelarangan soal cantrang itu,” jelas dia.

Di akhir acara, Cak Imin juga melakukan tatap muka secara langsung dengan para nelayan di Ujung Genteng itu. Dalam pertemuan tersebut, para nelayan mencurahkan keluhannya atas aturan itu.

Di tempat sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR dari F-PKB, Daniel Johan, pihaknya akan meminta dialog dengan Susi dalam dua pekan masa sidang ke depan. Namun jika itu tak terjadi, Komisi IV akan menggelar Pansus Nelayan.

“Bahkan, kalau perlu kita akan gelar Hak Angket Nelayan. Dan Susi bisa dipaksa untuk hadir,” tegas dia.

Pasalnya, dengan kebijakan Susi itu malah kian menyengsarakan nelayan. Mestinya, kebijakan itu jangan sampai menimbulkan pengangguran di masyarakat nelayan dan hilangnya pendapatan mereka. Dan dari sisi ketenagakerjaan, kebijakan ini juga tidak menyerap tenaga kerja baru di sektor kelautan.

Dari laporan nelayan yang ia terima, sebanyak 1,2 juta nelayan dan turunannya telah kehilangan pendapatan. Juga ada 80 industri di Bitung, banyak yang bangkrut. Dan gara-gara cantrang ada sebanyak 16 Unit Pengolahan Ikan (UPI) itu sudah tutup.

“Sebanyak 16 UPI ini investasinya setara US$ 180 juta, tapi sekarang sudan tutup. Padahal kita butuh investasi, tapi investasi yang ada malah dibangkrutkan. Ini masih di Jawa, belum di daerah-daerah lainnya,” keluh Daniel. (*)

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka