Kelompok kedua adalah kelompok percakapan yang bereaksi terhadap pemberitaan media sebanyak 58,4 persen. Kelompok ini berisi 14.336 percakapan yang dimunculkan dari 7.882 Akun. Sebanyak 97 persen aktivitas akun-akun pada kelompok ini adalah meretweet cuitan berita penusukan Wiranto yang dimuat oleh akun portal berita mainstream.

“Sebanyak 3 persen lainnya adalah respons netizen yang mengecam tindakan penusukan tersebut. Namun ada juga yang mempertanyakan mengapa oknum tersebut begitu berani dan hanya menggunakan senjata kecil,” ujarnya.

Kelompok ketiga adalah kelompok yang kontra pemerintah. Posisinya sebanyak 18,81 persen. Terdiri dari 2.626 Akun yang membuat sebesar 3.392 percakapan.

Akun-akun kelompok ini membawa beberapa isu pembicaraan yang relatif menjadi ramai dibicarakan. Di antaranya, munculnya kecurigaan bahwa kejadian penyerangan merupakan sandiwara, menduga bahwa pelaku yang akan disalahkan adalah kelompok Muslim, ISIS, atau FPI, serta menduga bahwa pelaku merupakan korban penggusuran jalan tol.

“Netizen di kelompok ini kebingungan terhadap kebenaran siapa yang menjadi korban, antara Wiranto atau Kapolsek,” kata Rustika.

Sementara itu, kelompok keempat adalah pro-pemerintah sebanyak 15,58 persen. Terdiri dari 2.171 Akun dan 2.913 cuitan.

“Pembicaraan pada kelompok akun ini menunjukkan simpati terhadap Wiranto dan sangkalan terhadap beberapa cuitan yang mengatakan bahwa kejadian tersebut hanya rekayasa,” kata Rustika.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin