Jakarta, Aktual.com – Pembakaran rumah ibadah umat muslim hingga pelarangan pelaksanaan ibadah dan penggunaan simbol agama, di Tolikara, Papua terus menuai kecaman.
Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menilai kejadian tersebut menujukan toleransi yang selama ini didengungkan tidak dipahami alias masih absurd.
“Buktinya di beberapa wilayah khususnya yang ada di Tolikara itu, (surat) edaran itu terbukti bagaimana mereka orang muslim yang minoritas mengalami diskriminasi yang luar biasa. Lalu di mana toleransinya?” kata Harits, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (18/7).
Menurut dia, setiap muslim atau umat lainnya mengetahui jika setiap tahun adanya perayaan ibadah Idul Fitri, setelah sebulan berpuasa.
“Ini toleransinya dimana?, ketika orang Islam kemudian menjalankan keyakinannya. Sementara mereka sejak awal mengedarkan himbauan untuk melarang, emang negara ini punya siapa? Ini Indonesia bukan Vatikan, yang dapat melarang di luar kristen untuk melakukan peribadatan yang menjadi keyakinannya,” tegas pemerhati kontra-teroris itu.
“Jangan toleransi ditekankan untuk orang mayoritas, tetapi orang minoritas juga dalam konteks agama mereka juga harus memahami tentang toleransi juga,” tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang