Jakarta, Aktual.com – Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya tidak menampik jika peristiwa tentang intoleransi yang dibungkus dalam agama sebagai bentuk letupan awal terkait dugaan soal kabar janji Jokowi menengai referendum di tanah Papua, saat pemilihan presiden (Pilpres) 2014 kemarin.

“Iya, ada muatan pesan salah satunya itu (janji referendum),” kata Harits, di Jakarta, Rabu (22/7).

Diakui Harits, kejadian di Tolikara, Papua antara umat kristiani GIDI dengan umat muslim minoritas disana sangat sarat dengan kepentingan politik.

“Tragedi Tolikara yang biadab menurut analisa saya adalah muara dari kepentingan-kepentingan politis yang dibungkus dengan sentimen agama dan ekonomi sebagai pemicunya,” ucap dia.

Lebih lanjut, ketika ditanyakan sejauhmana ia mengetahui akan desas desus yang sempat santer ketika Jokowi berkampanye di Papua, hingga menjanjikan referendum tersebut?. Pemerhati kontra-terorisme mengatakan bahwa kejadian itu bentuk belum adanya janji Jokowi yang terealisasi.

“Janji Jokowi saat kampanye itu tidak semudah realisasinya. Biasa itu, soal citra dan suara,” tandasnya.

Berdasarkan informasi yang beredar, dalam Pelaksanaan Pilpres 2014 lalu, disebut-sebut mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjanjikan untuk melakukan referendum di tanah Papua. Hal itu sebagai janji, jika kader PDI Perjuangan itu memenangkan pemilu dan duduk sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Untuk diketahui, Referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat adalah suatu proses pemungutan suara semesta untuk mengambil sebuah keputusan, terutama keputusan politik yang memengaruhi suatu negara secara keseluruhan. Misalnya seperti adopsi atau amendemen konstitusi atau undang-undang baru, atau perubahan wilayah suatu negara.

Pada sebuah referendum, masyarakat yang memiliki hak pilih dimintai pendapatnya. Hasil referendum bisa dianggap mengikat atau tidak mengikat. Sebuah referendum dianggap mengikat apabila pemerintah harus mengikuti seluruh jawaban rakyat yang ada dalam hasil referendum. Apabila referendum tidak mengikat, berarti referendum itu hanya digunakan sebagai fungsi penasihat saja, dimana hasil yang ada tidak harus diikuti, namun menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan selanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang