Jakarta, Aktual.com – Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menyadari jika kebijakan kontribusi tambahan atau yang familiar dengan sebutan ‘perjanjian preman’ yang ia bebankan ke pengembang reklamasi tidak diatur dalam aturan hukum manapun. Terutama jika perjanjian itu diterima dalam benntuk uang tunai.

Kontribusi tambahan itu kemudian diperkuat dengan adanya perjanjian preman antara Pemerintah propinsi DKI Jakarta dengan pengembang reklamasi Teluk Jakarta.

“Tidak ada diizinkan dalam UU Administrasi menerima uang tunai ke dalam APBD. Lalu bagaimana? Masa mereka tambah untung kita nggak dapat untung? Nah disitulah kita menggalangkan kontribusi tambahan dengan dasar perjanjian kerja sama,” kata Ahok.

Dalam debat putaran kedua Pilkada DKI 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (27/1) malam, Ahok menyampaikan kontribusi tambahan dari pengembang reklamasi itu telah diterima Pemprop DKI.

Bentuknya bukan uang, melainkan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan memutar di Semanggi. Namun pembangunan jalan melingkar ini bukan dari pengembang reklamasi Teluk Jakarta, melainkan dari beberapa pengusaha lainnya di Ibu Kota.

“Kami telah menerima hampir Rp 3,8 triliun, bukan dalam bentuk uang, tapi komitmen Rp 3,8 triliun. Dengan cara apa? Setelah dia membangun infrastruktur, trotoar. Seperti Semanggi, ini Semanggi kita bangun ratusan miliar, itu dari uang kontribusi menaikkan bangunan di sekitar Semanggi,” ungkap Ahok.

Nantinya, infrastruktur yang sudah dibangun itu akan dihitung anggarannya oleh Pemprop DKI melalui jasa konsultan

“Nanti mencatatnya bagaimana? Kita menggunakan perusahaan penilai,” kata dia.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh: