Malang, Aktual.co — Ruangan pos kamling berukuran 3×3 meter kini menjadi hunian Endang Juwariyah (45) beserta kedua anaknya, warga Jalan Klayatan, RT 08 RW 12, Kecamatan Sukun, Malang, Jawa Timur.

Miris memang. Namun, itulah jawaban terbaik dari kondisi keluarganya yang saat ini sedang berebut harta gono-gini atas sebuah rumah yang lokasinya tepat persis di depan Pos Kamling.

Ditemui Aktual.co di lokasi, Endang mengakui sejak suaminya Nonot Suparto wafat tiga tahun lalu, ia beserta dua anaknya, mengalami kehidupan yang cukup memprihatinkan. Sebelum tinggal di pos kamling, mereka tinggal di sebuah lompongan rumah punden yang kini diperebutkan keluarga.

“Saya tinggal di lompongan rumah itu setelah suami saya meninggal,” kata Endang, Selasa (10/3) di Malang, Jawa Timur

Bersama dengan dua anaknya yakni Ahmad Febrianto (15) dan Yuli Anggraeni (10), mereka harus menjalani masa-masa suram hidup di lorong selama tiga tahun. Keluarganya yang tidak menghendakinya tinggal di dalam rumah itu, membuat Endang dan kedua anaknya hidup dalam tekanan.

“Listrik dimatikan dan air juga dimatikan, rumah digembok, jadi saya terpaksa tinggal di lompongan sama keluarga anak saya,” urainya mengisahkan.

Bahkan, hanya perkara harta gono-gini ini, keluarga besar suaminya sudah tidak menganggapnya sebagai bagian keluarga, hal itu diketahui dari nada kalimat kakak iparnya yang mengisyaratkan, agar nama dia dan kedua anaknya dihapus dari keluarga besarnya.

“Suamimu sudah meninggal, kamu harus pergi dari sini,” kata Endang menirukan gaya bahasa kakak iparnya.

Mendengar kalimat itu, Endang lantas tak putus harapan, dia teguh memperjuangkan hak- haknya atas rumah tersebut, lantaran kedua anaknya mempunyai hak waris dari garis almarhum suaminya.

“Saya hanya memperjuangkan dua anak saya ini, mereka punya hak waris atas rumah itu,” tegas Endang.

Kegigihannya dalam menatap hidup atas kondisinya saat ini tak membuatnya lantas putus harapan.

“Saya dikasih tanah kosong dibelakang oleh lalu dikasih uang Rp10 juta untuk bangun, ya nggak cukup. Akhirnya uang itu saya taruh di Bank,” tegasnya.

Hidup di Pos Kamling tanpa adanya fasilitas MCK, membuat mereka harus rela berpindah-pindah tempat untuk melaksanakan aktivitas bersih-bersih-nya itu. Beruntung, para tetangga Endang mengerti akan kondisi wanita 45 tahun tersebut yang kini harus hidup di tempat tinggal yang tak layak.

“Saya kalau mandi ke tempat tetangga, untungnya mereka sangat terbuka akan kondisi kami,” paparnya

Untuk aktivitas memasak, ternyata dilakukan di tempat tinggalnya saat ini pada sebelah barat kasur tempat tidur beserta televisi 14 inch sebagai satu-satunya hiburan ia dan kedua anaknya.

“Saya kalau masak ya disini, pake kompor gas ini,” sembari menunjuk peralatan masaknya.

Endang yang kesehariannya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kawasan Janti ini, sering mendapat bantuan dari tetangganya untuk keperluan sehari-hari maupun untuk sekolah dua anaknya.

“Kami hidup dari saya bekerja dan bantuan tetangga. Bahkan tetangga sampai mau ‘urunan’ untuk mencarikan saya kontrakkan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: