Jakarta, Aktual.co —Anak merupakan titipan Ilahi. Di mana kehadiran anak nantinya, memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara pada masa akan datang. Agar anak kelak dapat memikul tanggung jawab secara optimal, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spritual.

Pada kenyataanya anak lebih sering menjadi obyek penderita. Disadari atau tidak oleh pendidik (orangtua, guru dan pengasuh), sehingga kekerasan pada anak masih berlangsung secara simultan dan berakibat kepada krisis generasi.

Dalam hal ini, seringkali orang salah kaprah terhadap kekerasan pada anak, padahal ‘child abuse’ seringkali diidentikkan dengan kekerasan yang tampak seperti kekerasan fisikal dan kekerasan seksual. Meskipun kekerasan yang bersifat psikis dan sosial tentunya dapat membawa dampak buruk yang bersifat permanen terhadap perkembangan anak.

Menurut DR. Abdullah Nashih Ulwan Cendikiawan Muslim meneragkan, bahwa ada dua pemahaman child abuse yang harus ditempuh bagi banyak orang tua, diantaranya pendidikan moral dan intelektual.

Kedua, adalah dari Dewan Ulama Al-Azhar yang menyatakan bahwa pendidikan anak haruslah bersifat bebas dengan maksud bahwa peran orang tua bertolak kepada orangtua untuk secara tidak langsung membimbing dan memperhatikan anak-anak, sehingga kekerasan pada anak dapat tereliminasi.

Lalu bagaimanakan kedudukan anak dalam Islam?
Pertama, Al Quran secara tegas menyatakan, bahwa keturunan merupakan bagian dari kelanjutan misi kekhalifahan di muka Bumi.

Setiap anak yang lahir mempunyai tugas kekhalifahan bertanggung jawab terhadap kelangsungan peradaban Bumi sebagai pewaris generasi sebelumnya. Generasi penerus kekhalifahan yang memiliki kualitas baik, tentu kehidupan di muka bumi ini akan berlanjut secara simultan.

Sebaliknya jika diserahkan kepada generasi yang tidak bertanggungjawab, maka muka bumi ini akan diwarnai keangkaramurkaan dan kehancuran.

Dengan pendidikan yang baik dan bekesinambungan, anak-anak sebagai generasi penerus dan pewaris kehidupan di muka bumi ini akan menjadi manusia yang baik dan berorientasi kepada kemaslahatan.

Sementara, Al Quran menyebut anak memiliki dua sisi yang saling berlawanan, satu sisi anak adalah amanah Allah SWT yang dititipkan kepada orangtua dan juga sebagai fitnah. Anak sebagai amanah Allah SWT akan ditanyakan pertanggungjawabannya, maka menjadi kewajiban orangtua untuk mendidiknya dengan baik agar menjadi generasi yang berkualitas.

Rasulullah SAW bersabda: “Tiada suatu permberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik”. (H.R. Hakim dan Baihaqi).

Amanah yang disia-siakan, tentulah menyebabkan kehancuran peradaban akan segera terjadi. Kalau sudah seperti ini, fungsi anak sebagai amanah yang akan melanjutkan kelangsungan peradaban berubah menjadi fitnah.

Islam secara jelas dan tegas mengajarkan perlindungan terhadap anak sejak masih janin sampai dewasa. Pertama, perlindungan ketika masih janin, bisa terlihat adanya rukhsah (keringanan) diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang hamil. Al Quran juga mengajarkan untuk memberi perhatian baik kepada ibu hamil (QS Lukman: 14).

Selanjutnya, Islam mengajarkan bahwa anak mempunyai hak untuk lahir dengan selamat, untuk itu Islam juga melarang aborsi maupun tindakan yang membahayakan bayi. Firman Allah SWT, “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizqi kepadamu dan kepada mereka” ( QS. Al-An’am, 06: 151).

Sementara itu, bagi anak-anak yang berbakat mesti diberikan perhatian yang khusus sehingga energinya dapat berkembang dengan baik. Semuanya ini harus dilakukan dalam tatanan syariat Islam.

Tak kalah pentingnya, Islam mengingatkan orang tua dan masyarakat agar tidak melalaikan anak, yang berdampak anak akan merasa kesepian dan kehilangan. Islam juga melarang eksploitasi anak dalam suatu pekerjaan yang dapat berakibat langsung pada fisik, mental psikologi mereka.

Jadi sepatutnyalah, dalam mendidik tanpa kekerasan justru makin mendorong anak untuk melakukan perbuatan yang berlawanan dengan kata hatinya karena takut oleh tangan paksa sang pendidik. (Dari Berbagai Sumber)

Artikel ini ditulis oleh: