Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Mahasiswa YASPI berunjukrasa memperingati Hari Pendidikan Nasional di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (2/5). Mereka menolak diskriminasi pendidikan dan meminta dinaikannya upah guru serta mendesak pemerintah untuk membenahi sistem pendidikan. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/pd/16

Jakarta, Aktual.com — Wacana yang digulirkan pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengenai kebijakan penggunaan rektor berkewarganegaraan asing di perguruan tinggi negeri dengan harapan menjadi World Class University menuai beragam kritikan dari para pemerhati dan praktisi pendidikan tinggi.

Salah satunya oleh Dekan Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Dr Aunur Rohim Faqih SH MH. “Menurut saya tidak perlu lah, dilihat dulu realitas pendidikan di Indonesia seperti apa karena urgensi itu relatif,” kata dia, kepada Aktual.com di Yogyakarta, Rabu (8/6).

Aunur mengaku heran dengan pola pikir bahwa sumber daya manusia diluar negeri dicap lebih baik, sementara yang berasal dari dalam negeri sendiri dibiarkan, padahal SDM Indonesia sejak dulu begitu luar biasa. Tidak ada jaminan, sambung dia, apabila rektor PTN dijabat oleh orang asing, akan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia serta menjadikan kampusnya sebagai universitas kelas dunia.

Dalam semangat mencerdaskan anak bangsa, hal terpenting menurut dia ialah bagaimana pemerintah memperkuat institusi pendidikan tinggi ke dalamnya, seperti perbaikan sistem, prioritas anggaran, regulasi, pemaksimalan sumber daya manusianya dan lain-lain. Bukan malah mengombang-ambing ke dalam situasi yang tidak perlu.

“Universitas kelas dunia seperti Al-Azhar Mesir atau kampus-kampus yang ada di US itu justru lebih memperkuat peran dan keberadaan SDM mereka sendiri, menunjukkan kekhasannya dan itu dipelihara oleh mereka,” ungkap Aunur.

Untuk itu, ia berharap pemerintah lebih mendengarkan pandangan-pandangan forum rektorat baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta, supaya tercipta situasi pendidikan tinggi yang terarah tanpa adanya ketidakstabilan lantaran intervensi regulasi yang merugikan.

“Jangan hanya maunya pemerintah tapi bagaimana maunya perguruan tinggi, selama ini kita kayak jadi bulan-bulanan oleh regulasi yang mereka (pemerintah) keluarkan,” sindir Aunur.

“Sebenarnya dari wacana ini yang akan terkena itu justru PTS nantinya. Kita wait and see aja seperti apa kemudian wacananya bergulir karena belum terpublikasi dengan baik,” tambah Aunur.

Sementara itu, Universitas Gadjah Mada DIY melalui Iva Ariani selaku Kabag Protokol dan Humas, menyatakan pihaknya masih enggan menanggapi wacana impor rektor.

“Kami masih belum bisa komentar, kami bicarakan yang pasti-pasti aja,” ujar dia melalui pesan singkat.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Nelson Nafis
Editor: Eka