Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) periode 2015-2020 Rosan P. Roeslani (tengah) melambaikan tangan usai penghitungan suara pada Musyawarah Nasional (Munas) VII Kadin di Trans Hotel, Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/11) malam. Rosan berhasil 102 suara sementara kandidat lainnya yakni Rachmat Gobel hanya memperoleh 27 suara. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww/15.

Jakarta, Aktual.com – Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dirasa tidak ekonomis bagi investor.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani menjelaskan yang menjadi kendala bagi pengusaha bahwa Permen itu telah membatasi skema tarif atas listrik yang dihasilkan. Padahal menurut Rosan biaya investasi EBT lebih tinggi dan tidak ekonomis dengan skema tarif yang ditetapkan.

“Permen 12 membatasi tarif, sehingga untuk berprestasi di EBT jadi kurang menarik,” kata Rosan di Jakarta, Kamis (20/4).

Oleh karenanya lanjut Rosan pemerintah perlu mengkaji ulang Permen tersebut, atau setidaknya pemerintah memberikan berbagai insentif agar investasi di sektor EBT menjadi lebih menarik.

Selain itu dia membandingkan dinegara negara lainnya, terdapat banyak insentif jika investor masuk pada sektor EBT. Untuk itu pemerintah Indonesia juga mesti melakukan hal yang sama sebagai komitmen meningkatkan pertumbuhan EBT.

“Jadi perlu dicari solusinya. Kalau misalnya tarifnya dipatok seperti ini, ada nggak insentif lain yang bisa diberikan. Jadi KADIN mita insentif baik aspek perpajakan ataupun dari bunga pinjaman. Misalkan kalau normal 12 persen, dengam EBT 6 saja, sisanya subsidi pemerintah,” tandasnya.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Arbie Marwan