Jakarta, Aktual.co — Sektor kehutanan selama ini dirasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah, seperti kelapa sawit (biomassa) dan akasia (kertas). Bahkan dalam Nawacita yang selama ini gencar diusungkan Presiden Joko Widodo, pengembangan industri kehutanan atau investasi berbasis hutan sama sekali tidak dijelaskan di dalamnya.

“Dengan Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJMN) menunjukkan bahwa tidak ada support dari pemerintah untuk hal itu (industri kehutanan),” ujar Pengamat Kebijakan Publik UI, Nurul Achyar dalam Dialog Investasi Nasional di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Selasa (3/1).

Lebih lanjut dikatakan dia, di luar negeri justru melihat sumber daya hutan sebagai full value, contohnya seperti kayu. Menurutnya, Indonesia belum bisa mengembangkan kayu secara maksimal.  Kayu selama ini dianggap hanya bisa menjadi produk mebel dan bangunan.

“Padahal jangan hanya dilihat dari hasil kayunya, tapi bisa dikembangkan ke produk-produk lain seperti berries, jamur, soil protection, biodiversity, dan sektor jasa lainnya,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Rusli Tan mengatakan peraturan pemerintah selama ini seolah memusuhi pengusaha industri, khususnya pada sektor kehutanan.

“Peraturan Menteri sangat mengerikan, seolah memusuhi pengusaha,” kata dia.

Padahal, lanjutnya, jika sektor kehutanan dapat dikembangkan secara maksimal, akan menghasilkan investasi yang besar. “Banyak invoice yang ternyata uangnya tidak masuk ke devisa negara, tapi masuk ke konsultan-konsultan tertentu.”

Dia juga mengatakan target Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk meningkatkan ekspor menjadi 300 persen dinilai sangat berlebihan, terlebih lagi pada industri kehutanan.

“Dalam hal ini industri kertas, ini merupakan momok yang luar biasa karena satu per satu mati. Ketika sektor swasta yang bisa diekspor diperas habis-habisan, terutama oleh Dirjen Pajak,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka