Menko Perekonomian Damin Nasution (kedua kiri) berdiskusi dengan Menhub Ignasius Jonan (kedua kanan), Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli (kiri) serta Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan (kanan) saat Rapat Terbatas membahas pembangunan proyek Kereta cepat Jakarta - Bandung di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/1). Presiden juga meminta laporan mengenai kendala dan hambatan untuk memulai pembangunan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, khususnya terkait perizinan pembangunan kereta api cepat tersebut, serta mendengarkan rekomendasi gubernur, bupati, dan walikota yang wilayahnya dilalui kereta cepat tersebut. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/16.

Surabaya, Aktual.com – Di tengah beratnya persaingan industri jasa pelayaran  nasional memasuki Asean Economic Community (AEC) atau MEA, Kementerian Perhubungan justru menerbitkan kebijakan yang bisa memperlemah daya saing itu sendiri melalui terbitnya Permenhub No.45 TH 2015 tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha di Bidang Transportasi

Ketua masyarakat Maritim Jawa Timur, yang jug pelaku usaha pelayaran nasional, Lukman Ladjoni, mengatakan, pemerintah seharusnya meringankan beban pelaku usaha saat memasuki MEA. Sebab, selama ini beban yang dipikul sudah berat, diantaranya harga BBM jauh lebih mahal dibanding Singapura dan Malaysia. Belum lagi beban pajak : PPN dan PPH sektor jasa transportasi.

“ Ambil contoh saja, perusahaan pelayaran dari Singapura dan Malaysia sudah pasti unggul bersaing, karena beban mereka akibat kebijakan pemerintahnya, jauh lebih ringan dibanding beban yang ditanggung perusahaan nasional,” ujar Ladjoni saat dikonfirmasi melalu selulernya, Jum’at (8/1)

Sebenarnya, lanjut Ladjoni, Kebijakan Menteri Ignatius Jonan ini tidak hanya dikeluhkan pengusaha pelayaran, namun semua sektor jasa transportasi juga mengeluh.

Lebih dari itu, kata Lukman Ladjoni, terbitnya Permenhub No.45 TH 2015 juga mendistorsi semangat Presiden Joko Widodo dalam menguatkan sektor kemaritiman, termasuk program tol laut dalam kerangka transportasi laut yang sudah dijanjikan sejak pilpres.

“Kemenhub tidak bisa berjalan sendirian terkait penguatan sektor transportasi laut. Tapi harus mendorong partisipasi pengusaha seluas-luasnya, jika perlu menambah fasilitas dan insentif. Bukan justru memberatkan,” tambah Ladjoni.

Lukman Ladjoni membeberkan, Kemenhub No.45 itu merepotkan bagi perusahaan menengah- besar sekalipun, karena harus mengubah akta perusahaan.

“Momentum terbitnya Permenhub 45 itu sama-sekali tidak tepat waktu. Baik dalam menghadapi MEA, juga menghambat semangat Presiden Jokowi dalam memperkuat sektor kelautan termasuk transportasi laut,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: