“Merujuk pada perbedaan tersebut, kedua istilah tersebut lazim disingkat menjadi PSU. Namun, pemohon tidak menguraikan dan memberikan penjelasan apakah PSU yang dimaksud adalah pemungutan atau penghitungan suara ulang, yang secara yuridis memilkii konsekuensi yang berbeda,” jelas Aswanto.
Karena Mahkamah tidak bisa memastikan PSU yang dimaksud itu pemungutan atau penghitungan, petitum pemohon dinilai tidak jelas atau kabur sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
Akibatnya, Majelis Hakim Konstitusi memutuskan untuk tidak dapat menerima permohonan pemohon karena permohonan yang dinilai tidak jelas atau kabur.
Artikel ini ditulis oleh: