Freeport (Aktual/Ilst.Nelson)
Freeport (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Harga diri pemerintah dipertanyakan lantaran rencana memperpanjang izin rekomendasi ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI). Pasalnya, Freeport hingga saat ini masih memiliki banyak tunggakan kepada pemerintah.?

Begitu pernyataan pengamat energi, Yusri Usman. Dia merasa keheranan, mengapa perusahaan tambang asing yang tidak taat terhadap hukum di Indonesia masih diberikan kemudahan izin ekspor untuk hasil tambangnya. Namun, di sisi lain, perusahaan tambang yang jelas-jelas mematuhi segala peraturan yang berlaku di tanah air, justru tidak mendapat keleluasaan seperti yang didapat oleh PT Freeport Indonesia.

“Lantas kok kita mau dijajah dan tunduk terhadap hal seperti ini (ketidaktaatan terhadap hukum)? Sementara semua pemilik Izin Usaha Produksi (IUP) Swasta dan Tambang milik BUMN harus taat mengikuti semua aturan dan Perundang Undangan yang berlaku,” heran Yusri, saat diminta berkomentar, Kamis (21/1).

“Ini piye, ini bisa jadi preseden buruk bagi iklim investasi di Indonesia dinilai oleh para investor lokal dan asing, dimana keadilan dan harga diri pemerintah kita? Baik di mata pengusaha dalam negeri maupun investor asing yang taat hukum?” imbuhnya.

Menurut dia, keputusan Menteri ESDM untuk memberikan izin rekomendasi perpanjangan ekspor kepada Freeport, secara jelas telah melanggar Undang-Undang (UU).

“Kalau dari kacamata UU Minerba dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 perubahannya, PP Nomor 12 Tahun 2012 dan PP Nomro 77 Tahun 2014 jelas melanggar,” tegas dia.

Diketahui, sebelum memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada Freeport, ada beberapa pertimbangan yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah. Pertama, pembebanan bea ekspor maksimal seperti yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2014 pada Pasal 13 dan 14. Pasal tersebut menyebutkan secara tegas, bahwa perpanjangan rekomendasi akan diberikan apabila Freeport sudah memenuhi 3 syarat yaitu, kemajuan pembangunan smelter sudah mencapai 60 persen dari target setiap 6 bulan. Faktanya, ‘progress’ pembangunan smelter baru mencapai 11 persen dan Amdalnya belum selesai.

Kedua, apakah PT Freeport Indonesia sudah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan yang memenuhi baku mutu kualitas udara dan air sesuai UU, faktanya terjadi pencemaran lingkungan akibat pembuangan tailing di sekitar lokasi tambang.

Dan terakhir, Freeport harus melunasi kewajibannya kepada pemerintah berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) selama 6 bulan terakhir, serta dibebankan bea ekspor progresif sesuai kemajuan pembangunan smelter, sesuai Permen Keuangan nomor 153/PMK 011/2014.

Atas dasar itulah, mengapa banyak kalangan mempertanyakan keputusan Menteri Sudirman Said untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport. Dan itu justru bertolak belakang dengan pernyataan dia sebelumnya.

Menurut Sudirman, Freeport sendiri sudah 3 tahun tidak membayar dividennya kepada pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby