Jakarta, Aktual.com — Arahan Wapres JK yang tertuang dalam surat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Nomor 19/13/DME/2016 tertanggal 5 Januari 2016 untuk optimalisasi produksi minyak lapangan banyu urip di Blok Cepu, diperkirakan akan membawa kerugian bagi negara.

Surat yang ditujukan kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), terkait optimalisasi tersebut mengarahkan agar memperpanjang kontrak fasilitas produksi awal (early production facility/EPF) dan pengembangan awal (early oil expansion/EOE).

Namun arahan tersebut mendapat keberatan dari SKK Migas karena dianggap tidak sesuai perhitungan dan akan merugi negara. Kepala Bagian Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan bahwa tim SKK Migas telah memperhitungkan, perpanjangan kontrak tersebut berpotensi akan merugikan negara.

“Maunya pak Kepala dan Tim di SKK tidak diperpanjang kontrak kedua fasilitas produksi itu, sementara permintaan pak JK dan Kementerian ESDM minta diperpanjang seperti itu, Cuma kendalanya banyak,” ungkap Elan saat dihubungi Aktual.com, ditulis Rabu (3/2).

Dia memaparkan, masa kontrak EPF dan EOE sebagai fasilitas produksi telah berakhir pada Januari lalu, jika diperpanjang, maka akan berakhir pada November akhir tahun ini.

Padahal dijelaskan, 6 bulan sebelum kontrak habis, lahan tersebut harus dikembalikan kepada lingkungan semula, sehingga tidak ada jaminan tanah tersebut kontraknya diperpanjang.

“Lahan itu posisinya kita sewa, kalau ini diperpanjang, tidak ada jaminan tanah itu akan diperpanjang, kemarin jawabannya ngak jelas dari pemilik tanah atau pemerintah Daerah, mereka bilang tidak mau diperpanjang,” tukas Elan

Selain itu, aspek lainnya adalah langkah optimalisasi dapat merugikan negara ditengah harga minyak yang turun, jika produksinya digenjot hingga melebihi 200 ribu barel per hari maka tidak akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang dan merugikan bagi negara.

“Kalau genjot di depan, nanti kempesnya di belakang. Saya dulu membahas POD nya, mau digenjot 200 ribu barer per hari, seharusnya 100 ribu aja supaya bisa bertahan 7 hingga 10 tahun, manfaat lebih lama. Karena ada kekurangan produksi, maka kita dipaksa pake EPF dan EOE,” pungkasnya.

Diketahui bahwa Blok Cepu memang menjadi andalan pemerintah untuk mencapai target lifting. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, target lifting Blok Cepu dipatok hingga 161.120 bph dari target lifting nasional sebesar 830.000 bph.

Blok ini dioperatori oleh ExxonMobil Cepu Limited dengan saham yang dimiliki sebesar 45 persen di Lapangan Banyu Urip. PT Pertamina EP Cepu juga memiliki 45 persen saham di Blok Cepu. Sisanya dimiliki oleh empat Badan Usaha Milik Daerah yakni PT Blora Patragas Hulu, PT Petrogas Jatim Utama Cendana, PT Asri Darma Sejahtera, dan PT Sarana Patra Hulu Cepu.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka