Jakarta, Aktual.co —Perpanjang kerjasama dengan Freeport untuk enam bulan ke depan, pemerintah yang diwakili Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) dianggap tidak punya ketegasan. Pendapat itu disampaikan ekonom dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Prof Dr Ahmad Erani Yustika.
Kata Erani, pemerintah harusnya tak perpanjang kontrak dengan Freeport, meskipun hanya enam bulan. 
“Karena banyak hal yang diingkari oleh perusahaan asing yang mengeksplorasi tambang emas di Papua ini,” kata Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya itu, di Malang, Jawa Timur, Selasa (27/1).
Salah satu hal yang diingkari Freeport, ujar dia, yakni belum juga dibangunnya smelter atau pengolahan bahan mentah jadi setengah jadi. Padahal kewajiban itu harusnya sudah direalisasikan sejak lima tahun lalu. Ditambah lagi dengan seringkali Freeport terlambat membayar royalti dan tidak terpenuhi. 
Mengacu pada kondisi itu, kata Erani, seharusnya pemerintah bersikap tegas dan tak tebang pilih. Perusahaan manapun yang tidak taat aturan harusnya ditindak tegad, tak terkecuali PT Freeport, bahkan perpanjangan kontrak yang baru ditandatangani itu, seharusnya tak perlu dilanjutkan.
Menyinggung perusahaan-perusahaan pertambangan lainnya yang beroperasi di Indonesia, Erani menyatakan banyak yang tidak taat peraturan. 
Di bidang perminyakan saja, katanya, puluhan perusahaan yang tidak taat aturan, belum lagi perusahaan besar dan kecil yang bergerak di bidang sumber daya alam lainnya, seperti batubara, gas, alumunium, dan timah.
Erani mencontohkan di bidang pertambangan, dari sekitar 11 ribu izin pertambangan yang dikeluarkan pemerintah, hanya sekitar dua ribu yang taat membayar pajak. “Praktik-praktik seperti itu masih belum tersentuh pengusutan dari penegak hukum,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh: