Jakarta, aktual.com – Di tengah hiruk pikuk lalu lintas Jakarta, ruas tol Cawang–Pluit selalu padat kendaraan. Namun di balik ramainya arus lalu lintas, perpanjangan konsesi jalan tol ini menyimpan masalah besar.
Pada 23 Juni 2020, PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) mendapat tambahan konsesi hingga 31 Maret 2060. Padahal, kontrak lama baru berakhir 31 Maret 2025. Perpanjangan lima tahun lebih awal itu dilakukan tanpa lelang, bertentangan dengan Pasal 51 Ayat (1) UU No.38/2004 tentang Jalan serta Pasal 36 Ayat (2) PP No.27/2014.
“Apapun milik pemerintah itu harus tender, tak bisa tidak,” kata Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, Jumat (19/9/2025).
Menurut aturan, jalan tol otomatis kembali ke negara begitu konsesi berakhir. Pemerintah kemudian bebas menentukan langkah: tender ulang, menunjuk BUMN, atau menjadikannya jalan bebas hambatan tanpa tarif.
Tim Advokasi Penyelamat Aset Negara menegaskan, sejak Maret 2025 tol Cawang–Priok mestinya sudah dikembalikan. “Penerimaan tak pantas lagi masuk ke CMNP,” ujar Netty P. Lubis, anggota Tim Advokasi.
Namun faktanya, penerimaan tetap mengalir ke kas perusahaan. Padahal laba CMNP dari ruas ini mencapai Rp1,36 triliun pada 2023 dan Rp1,16 triliun pada 2024.
Dalih Proyek Tambahan
Alasan pemerintah memperpanjang konsesi adalah pembangunan Harbour Road II. Dokumen Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) diubah pada 2020 untuk menambah 35 tahun konsesi. “Konsesi memang sudah diamendemen sejak saat itu,” kata Wilan Oktavian, Kepala BPJT.
Namun, progres proyek jauh dari target. Hingga 2025, konstruksi baru tercapai 30% dari target rampung 2022. Dengan kondisi ini, dasar perpanjangan justru rapuh.
“Kalau belum selesai, ya jelas janggal,” tegas Muslim Arbi, pengamat kebijakan publik.
Temuan BPK
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Nomor 17/LHP/XVII/05/2024 menyoroti banyak kejanggalan. Ada penambahan ruang lingkup tanpa lelang, keterlambatan konstruksi, dan belum tercapainya _financial close._ Bahkan, konsultan project management independent belum ditunjuk, sehingga kualitas pekerjaan tidak terjamin.
BPK memperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp500 miliar dari bunga penerimaan tol. “Rekomendasi BPK harus dipatuhi, ini soal penyelamatan keuangan negara,” ujar Muslim Arbi.
MAKI menilai perpanjangan konsesi tanpa tender adalah bentuk monopoli. Kesempatan pihak lain bersaing tertutup rapat. “Belum habis sudah diperpanjang, jelas monopoli,” kata Boyamin.
Ia menegaskan, seharusnya negara mendapat nilai tinggi dari tender ulang. Tanpa itu, keuntungan hanya jatuh ke satu pihak, sementara negara kehilangan pemasukan.
Kejagung Turun Tangan
Kejaksaan Agung kini menyelidiki dugaan korupsi dalam perpanjangan konsesi ini. Surat perintah penyelidikan terbit pada 11 Juli 2025.
Direksi CMNP dipanggil sejak 29 Agustus 2025, termasuk Fitria Hamka, putri pengusaha Jusuf Hamka.
“Masih tahap penyelidikan, sifatnya pendalaman. Belum ada tersangka,” kata Anang Supriatna, Kapuspenkum Kejagung.
Muslim Arbi mengingatkan pemerintah agar tegas mengambil langkah. “Jangan sampai negara hanya jadi penonton, keuntungan besar dinikmati swasta,” ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto bahkan pernah menyindir soal _serakahnomics,_ atau keserakahan ekonomi yang menguntungkan segelintir pihak.
Menurut Muslim, kasus CMNP adalah contoh nyata.
Berbagai pihak menilai pengelolaan tol harus dikembalikan ke pemerintah. Jika perlu, dijadikan jalan bebas hambatan non-tol agar benar-benar bermanfaat bagi rakyat.
“Kalau kembali ke BPJT sekalipun, itu sah-sah saja. Asetnya milik negara,” tegas Boyamin.
Sampai kini, setiap hari ribuan kendaraan tetap melintas di jalan tol itu dan keuntungan terus mengalir ke perusahaan.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















