Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dinilai tidak terbuka ke publik terkait Perppu No 1/2016 tentang hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual atas perubahan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
“Perppu ini tidak pernah transparan, kami cara data ke kementerian seperti Kemenko PMK, tapi kami justru dilempar ke sana-ke sini dan tidak pernah dapatkan data,” ujar Konselor Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) Indonesia, Evie Permata Sari, di Jakarta, Minggu (29/5).
Padahal proyek hukuman kebiri biayanya cukup besar. Hasil survei di sejumlah negara yang berlakukan hukuman kebiri, sedikitnya menghabiskan Rp 180 juta untuk satu orang selama satu tahun.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitulu ikut menambahkan. Sebab jika proyek hukuman kebiri dijalankan tanpa transparansi, justru berpotensi tindak pidana korupsi. “Ini bisa saja jadi proyek korupsi besar,” sambung Erasmus.
Selain di soal pelaksanaan, Erasmun juga mempertanyakan biaya chip yang akan dipasang bagi pelaku kejahatan seksual. “Berapa satelit untuk mantau pemakai chip. Dan yang paling penting, siapa yang jadi produsen chip?” tanya dia. “Chip ini bisa jadi akan membengkakkan biaya, seperti biaya teknologi dan operatornya,” ujar dia.
Karena tidak transparannya pemerintah itulah, Erasmus menegaskan pihaknya bersama ‘Aliansi 99 Tolak Perppu Kebiri’ akan mengadukan hal itu kepada Ombusdman RI. “Ini termasuk pelanggaran administrasi, kita bisa laporkan ke Ombudsman,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: