Jakarta, Aktual.com – Rencana Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) terkait keterbukaan informasi dalam rangka sektor perpajakan diprediksi bakal memengaruhi pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) perbankan.
Kendati memang pengaruhnya tak terlalu signifikan, namun bagi pihak bank seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, akan mengantisipasinya. Pasalnya, di saat perbankan dipacu untuk menyalurkan kredit, maka pihaknya tetap menjaga agar DPK sesuai target.
“Bagi BNI, likuiditas kami dengan adanya aturan pertukan informasi itu, sepanjang aturan itu berlaku untuk semua bank dan semua negara, maka dampaknya tak terlalu signifikan. Tapi kita tetap mengantisipasinya,” ujar Direktur Utama BNI, Achmad Baiquni, di Jakarta, Rabu (12/4).
Menurutnya, kebijakan ini tentunya harus berlaku di semua negara, terutama negara-negara G21. Sehingga nantinya, perpindahan dana dari satu negara ke negara lain akan dapat diketahui.
“Mereka mau simpan dimana pun, informasi itu bisa dibuka. Jadi kata kuncinya adalah, kebijakan itu harus serentak di semua bank dan semua negara ya,” jelas dia.
Tahun ini, BNI menargetkan bisa menggenjot DPK sebanyak 17-18 persen. Karena laju pertumbuhan kredit dipatok sebesar 15-17 kredit.
“Makanya, agar DPK sesuai target strategi kita, akan memperbanyak agen bank. Terutama untuk daerah-daerah yang tak bisa dijangkau oleh outlet kita. Kita juga perkuat digital banking,” jelasnya.
Hingga kuartal I-2017, DPK BNI telah tumbuh 19,8 persen yaitu dari Rp371,56 triliun pada Kuartal I 2016 menjadi Rp445,05 triliun pada Kuartal I 2017. Dari total DPK tersebut komposisinya masih didominasi komponen dana murah (current account saving account/ CASA) sebesar 58,5%.
Sementara, BNI mencatat pertumbuhan pada penyaluran kredit kuartal I 2017 sebesar 21,4% dari Rp 326,74 triliun pada kuartal l 2016 menjadi Rp 396,52 triliun pada kuartal l 2017. Sebesar 72.6% dari total kredit atau Rp 287,85 triliun disalurkan ke sektor business banking.
Dengan pendistribusiannya masih didominasi oleh kredit ke korporasi (23,7% dari total kredit) dan Badan Usaha Milik Negara (20,0%). Khusus Kredit ke BUMN mengalami pertumbuhan sebesar 37,8% (yoy) menjadi sebesar Rp 79,48 triliun.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan